Padaperiode kemudian, intensifikasi pertanian menjadi tumpuan bagi peningkatan produksi pangan nasional. Usaha peningkatan produksi pangan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1950- an. Pada waktu itu, pemerintah menerapkan kebijakan Rencana Kemakmuran Kasimo. Program itu dilakukan pada kurun waktu tahun 1952–1956.
PertanyaanSebagai usaha untuk meningkatkan produksi pangan, para peneliti berhasil mengembangkan bibit unggul melalui teknik hibridisasi. Cabang biologi yang mempelajari hal ini yaitu ....Sebagai usaha untuk meningkatkan produksi pangan, para peneliti berhasil mengembangkan bibit unggul melalui teknik hibridisasi. Cabang biologi yang mempelajari hal ini yaitu .... genetika taksonomi anatomi botani zoologi NVMahasiswa/Alumni Universitas IndonesiaPembahasanGenetika merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Ilmu genetika terbagi menjadi atas genetika hewan, tumbuhan, sitogenetika dan genetika manusia. Genetika mempelajari tentang teknik hibridisasi yaitu teknik menggabungkan dua tanaman yang memiliki sifat unggul sehingga mendapatkan tanaman dengan sifat yang terbaik. Oleh karena itu, pilihan jawaban yang benar adalah merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang pewarisan sifat. Ilmu genetika terbagi menjadi atas genetika hewan, tumbuhan, sitogenetika dan genetika manusia. Genetika mempelajari tentang teknik hibridisasi yaitu teknik menggabungkan dua tanaman yang memiliki sifat unggul sehingga mendapatkan tanaman dengan sifat yang terbaik. Oleh karena itu, pilihan jawaban yang benar adalah A. Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!6rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!

khususnyadan para peneliti pada umumnya, terutama dalam menyusun matrik terbatasnya akses petani terhadap kredit modal usaha dan untuk meningkatkan produksi padi di Indonesia pada kondisi seperti itu, dapat diperoleh melalui Selama tahun 2016, kegiatan ini telah berhasil melepas 6 VUB. Varietas-varietas yang telah dilepas dalam tahun

GDHalo Irema, kakak bantu jawab ya Jawabannya adalah D. Genetika Yuk simak penjelasannya Hibridisasi adalah perkawinan antar spesies, suku, ras atau varietas tanaman yang bertujuan untuk memperoleh organisme yang diinginkan. Hibridisasi bertujuan untuk menambah keragaman genetik baru dalam jumlah banyak dan menghasilkan kombinasi genetik dari tetua-tetuauntuk menghasilkan keturunan yang unggul. Cabang biologi yang mendasari terjadinya hibridisasi adalah genetika yaitu cabang ilmu biologi yang mempelajari pewarisan sifat pada organisme maupun suborganisme virus dan prion Jadi jawaban yang tepat adalah D. Genetika Semoga membantuYah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan!
Kajianperilaku konsumen sangat penting bagi mahasiswa PS Agribisnis, apalagi jika para lulusan agribisnis ingin berprofesi sebagai manajer, produsen, konsultan, birokrat dan peneliti karena disini dipelajari bagaimana cara para manajer dalam pengambilan keputusan, strategi pemasaran dan bisnis, membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum
ArticlePDF Available Abstractstrong>English Based on typical agro-ecology and socio-economy conditions, Indonesian agriculture needs agricultural tools and machinery support with certain characteristics. The government has provided agricultural tools and machinery, especially in the last three years, although its success is limited. This paper is a scientific review discussing needs of agricultural tools and machinery for agricultural development, its implementation, and efforts to achieve effectiveness. Materials are compiled from various sources, both documentation of development planning, program reports, as well as the results of critical evaluation and analysis of various research results. The results show that development of agricultural tools and machinery in Indonesia requires a good mapping with respect to the needs and availability, as well as institutional efforts to increase its effectiveness. Use of agricultural tools and machinery can reduce farming costs and provide benefits for farmers and it contributes to food self-sufficiency. Agriculture mechanization has a good prospect if it is preceded by a mapping of needs and availability as well as an adequate institutional environment. Consequently, farm costs become lower and farming efficiency will improve. Indonesian Dengan kondisi agroekologis dan sosial ekonomi yang khas, pertanian Indonesia membutuhkan dukungan penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan dengan karakter tertentu. Pemerintah telah lama mengembangkan Alsintan, terutama tiga tahun terakhir, meskipun keberhasilannya masih terbatas. Tulisan ini merupakan review ilmiah scientific review yang membahas kebutuhan Alsintan untuk pembangunan pertanian, pelaksanaannya, serta upaya mencapai efektivitas penggunaannya secara optimal. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan Alsintan di Indonesia membutuhkan pemetaan yang baik berkenaan dengan kebutuhan dan ketersediaannya, serta upaya kelembagaan untuk peningkatan efektivitasnya. Penggunaan Alsintan mampu menekan biaya usaha tani dan memberikan keuntungan bagi petani, sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian swasembada pangan. Mekanisasi Pertanian mempunyai prospek yang baik kalau didahului dengan pemetaan kebutuhan dan ketersediaan serta langkah langkah kelembagaan enabling institutional environment yang memadai. Sebagai konsekuensinya biaya usaha tani dapat ditekan dan efisiensi usaha tani dapat diperbaiki. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah163KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Agricultural Mechanization and Its Implications for Food Production Acceleration in Indonesia Rizma Aldillah Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia Email rizmaaldillah Naskah diterima 19 Agustus 2016 Direvisi 5 September 2016 Disetujui 10 November 2015 ABSTRACT Based on typical agro-ecology and socio-economy conditions, Indonesian agriculture needs agricultural tools and machinery support with certain characteristics. The government has provided agricultural tools and machinery, especially in the last three years, although its success is limited. This paper is a scientific review discussing needs of agricultural tools and machinery for agricultural development, its implementation, and efforts to achieve effectiveness. Materials are compiled from various sources, both documentation of development planning, program reports, as well as the results of critical evaluation and analysis of various research results. The results show that development of agricultural tools and machinery in Indonesia requires a good mapping with respect to the needs and availability, as well as institutional efforts to increase its effectiveness. Use of agricultural tools and machinery can reduce farming costs and provide benefits for farmers and it contributes to food self-sufficiency. Agriculture mechanization has a good prospect if it is preceded by a mapping of needs and availability as well as an adequate institutional environment. Consequently, farm costs become lower and farming efficiency will improve. Keywords agricultural tools, food self-sufficiency, machinery, mechanization, production ABSTRAK Dengan kondisi agroekologis dan sosial ekonomi yang khas, pertanian Indonesia membutuhkan dukungan penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan dengan karakter tertentu. Pemerintah telah lama mengembangkan Alsintan, terutama tiga tahun terakhir, meskipun keberhasilannya masih terbatas. Tulisan ini merupakan review ilmiah scientific review yang membahas kebutuhan Alsintan untuk pembangunan pertanian, pelaksanaannya, serta upaya mencapai efektivitas penggunaannya secara optimal. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan Alsintan di Indonesia membutuhkan pemetaan yang baik berkenaan dengan kebutuhan dan ketersediaannya, serta upaya kelembagaan untuk peningkatan efektivitasnya. Penggunaan Alsintan mampu menekan biaya usaha tani dan memberikan keuntungan bagi petani, sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian swasembada pangan. Mekanisasi Pertanian mempunyai prospek yang baik kalau didahului dengan pemetaan kebutuhan dan ketersediaan serta langkah langkah kelembagaan enabling institutional environment yang memadai. Sebagai konsekuensinya biaya usaha tani dapat ditekan dan efisiensi usaha tani dapat diperbaiki. Kata kunci alat dan mesin pertanian, mekanisasi, produksi, swasembada pangan PENDAHULUAN Penggunaan mesin pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produk-tivitas dan efisiensi usaha tani, meningkatkan mutu dan nilai tambah produk, serta pember-dayaan petani. Pada hakekatnya, penggunaan mesin di pertanian adalah untuk meningkatkan daya kerja manusia dalam proses produksi pertanian, di mana setiap tahapan dari proses produksi tersebut dapat menggunakan alat dan mesin pertanian Sukirno 1999. Dengan demikian, mekanisasi pertanian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi tenaga manusia, derajat dan taraf hidup petani, kuantitas dan kualitas produksi pertanian, memungkinkan pertumbuhan tipe usaha tani dari tipe subsisten subsistence farming menjadi tipe pertanian perusahaan commercial farming, serta mempercepat transisi bentuk ekonomi Indonesia dari sifat agraris menjadi sifat industri Wijanto 2002. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 164 Namun demikian, mekanisasi juga menimbulkan dampak yang tidak disukai, di antaranya menggeser tenaga kerja manusia dan ternak serta kesenjangan pendapatan. Penerapan mekanisasi juga perlu berdampak terhadap peluang kerja perempuan. Mekanisasi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pengadaan dan perawatan alat-alat, dimana sebagian alat memerlukan arus listrik yang besar. Berbagai lembaga internasional telah mengembangkan mekanisasi cukup lama. Beberapa program sukses, namun sebagian mengalami kegagalan. Menurut IRRI 1986, keberhasilan pengembangan mekanisasi pertanian bergantung pada kondisi agroklimat, sistem ekonomi, dan budaya yang sejalan dengan peluang ekonomi penerapan alat dan mesin pertanian patterns of agricultural mecha-nization. Indonesia juga telah cukup lama mengem-bangkan mekanisasi pertanian, terutama dalam tiga tahun terakhir, di mana banyak jenis peralatan baru didistribusikan, terutama traktor pengolahan tanah, alat tanam rice transplanter, dan alat panen kombinasi rice combine harvester. Introduksi mesin dalam pertanian sudah dilakukan semenjak kemerdekaan, namun banyak menemui ketidakefektifan. Hal ini mencerminkan apa yang disebut premature mechanization, yaitu proses introduksi Alsintan yang kurang diikuti kesiapan kelembagaan. Dengan ciri pertanian yang berlahan sempit, permodalan terbatas, dan pendidikan petani rendah, maka dibutuhkan pendekatan pengem-bangan mekanisasi yang sesuai. Distribusi bantuan Alsintan secara nasional menunjukkan peningkatan yang cukup besar, terutama sejak adanya program Upsus untuk percepatan produksi padi, jagung, dan kedelai Pajale. Data BPS dan PSP yang telah diolah hingga tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan program bantuan Alsintan sebelum Upsus untuk traktor, pompa air dan rice ransplanter berada di kisaran 11–124% pada periode 2010–2014, dan meningkat menjadi 63– per tahun pada periode 2014–2016. Bantuan ini memberikan dampak yang cukup bagi peningkatan produksi padi dan jagung, dimana produksi rata-rata padi meningkat sebesar 4,51% per tahun 2014–2016 setelah adanya Upsus, dibanding sebelum adanya Upsus hanya meningkat rata-rata sebesar 1,64% per tahun 2010–2014. Begitu pun untuk produksi rata-rata jagung meningkat sebesar 2,34% per tahun setelah adanya Upsus, dan sebelumnya hanya meningkat rata-rata sebesar 1,08% per tahun pada periode yang sama. Efektivitas penerapan Alsintan sebagaimana dijelaskan Alihamsyah 2007 dalam usaha tani padi dan jagung tergantung pada jenis kegiatan dan kebutuhan wilayah dan harus sesuai dengan lingkungan strategis. Sebagai contoh, traktor roda dua TR2 dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan tenaga pengolah tanah dan mengejar waktu tanam serempak. Mesin perontok digunakan untuk mengatasi terbatasnya tenaga panen dan menekan kehilangan hasil. Penggunaan TR4 untuk pengolahan tanah dan alat tanam benih dapat mempercepat dan menjamin keserempakan waktu tanam. Bantuan Alsintan yang digelontorkan selama ini terkesan lebih mementingkan dampaknya secara teknis namun belum mempertimbangkan aspek sosial budaya. Banyak kemungkinan penyebab belum optimalnya pengembangan teknologi dalam kegiatan ekonomi dan sosial pada hampir semua sektor pembangunan di Indonesia, termasuk sektor pertanian. Penyebabnya adalah karena belum terjalinnya komunikasi dan interaksi yang intensif dan terbuka antara para pengambil kebijakan pemerintah yang didukung oleh lembaga riset dan pengembangan teknologi dengan para pengguna dari hasil riset dan pengembangan teknologi tersebut Lakitan 2013. Tulisan ini merupakan review terhadap program mekanisasi di Indonesia yang membahas aspek rasionalitas program, distribusi, efektivitas, dan dampaknya pada efisiensi dan percepatan produksi tanaman pangan. Bahan disusun dari berbagai sumber baik dokumentasi perencanaan pembangunan, laporan program, maupun hasil evaluasi dan analisis kritis dari berbagai hasil penelitian. Pada bagian awal dipaparkan tinjauan konseptual tentang peran mekanisasi pertanian, dilanjutkan dengan kinerja program, dan diakhiri dengan analisis efisiensi dan efektivitas program. PERAN MEKANISASI PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Fokus pembangunan ekonomi Indonesia adalah pembangunan pertanian, dengan alasan karena pertanian merupakan sektor yang menghidupi lebih dari 50 persen tenaga kerja di Indonesia, di samping penguasaan sumber daya pertanian yang sangat mendukung. Pada saat reformasi ekonomi beban sektor ini sangat berat namun tetap mampu menjadi tulang punggung ekonomi. Gambaran ini menunjukkan bahwa sektor pertanian akan tetap penting dalam KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah165perekonomian serta tetap berperan dalam pembangunan nasional. Keterkaitan yang erat antara pertanian dan industri serta jasa senantiasa menuntut kebijaksanaan pembangunan pertanian yang dinamis sejalan dengan transformasi perekonomian yang sedang terjadi. Keberlangsungan pertanian dengan beban yang berat ini membutuhkan dukungan mekanisasi pertanian Irwanto 1980. Menurut Olmstead dan Rhode c2014, mekanisasi adalah “… involved the replacement of simple hand tools and human power by more complicated machinery powered by animals, fossil fuels, and electricity.” Secara konseptual, mekanisasi pertanian adalah proses pengenalan dan penggunaan bantuan yang bersifat mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan yang bersifat mekanis tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan, motor bakar, motor listrik, angin, air, dan sumber energi lainnya. Secara umum mekanisasi perta-nian dapat juga diartikan sebagai penerapan ilmu teknik untuk mengembangkan, mengorganisasikan, dan mengendalikan operasi di dalam produksi pertanian Robbins 2005. Ruang lingkup mekanisasi pertanian juga berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan modernisasi pertanian. Ada yang mengartikan bahwa saat ini teknologi mekani-sasi yang digunakan dalam proses produksi sampai pascapanen bukan hanya teknologi yang didasarkan pada energi mekanis, namun sudah mulai menggunakan teknologi elektronika atau sensor, nuklir, image processing, bahkan sampai teknologi robotik. Penggunaan mesin sudah mencakup baik untuk proses produksi, pemanenan, dan penanganan atau pengolahan hasil pertanian Mugniesyah dan Machfud 2006. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertu-juan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi. Penggunaan alat dan mesin juga dimaksudkan untuk meningkat-kan efisiensi, efektivitas, produktivitas, kualitas hasil, dan mengurangi beban kerja petani. Pengalaman dari negara-negara Asia menunjukkan bahwa perkembangan mekanisasi pertanian diawali dengan penataan lahan konsolidasi lahan, keberhasilan dalam pengen-dalian air, serta masukan teknologi biologis dan teknologi kimia. Penerapan teknologi mekanisasi pertanian yang gagal terjadi di Srilangka yang disebabkan kecerobohan dengan penerapan mesin-mesin impor secara langsung tanpa disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik pertaniannya. Berbeda halnya dengan Jepang yang melakukan modifikasi sesuai dengan kondisi lokal, kemudian baru memproduksi sendiri untuk digunakan oleh petani setempat Mangunwidjaja dan Sailah 2005. Pengembangan teknologi pertanian di Indo-nesia hingga kini masih pada tahap awal. Kondisi yang dihadapi saat ini adalah kurang memadainya dukungan prasarana pertanian. Prasarana pertanian kita belum dikelola secara baik sehingga masih sulit atau lambat dalam melakukan introduksi mesin-mesin pertanian Robbins 2005. Pengelolaan lahan, pengaturan dan manajemen pengairan yang meliputi irigasi dan drainase, serta pembuatan jalan-jalan transportasi daerah pertanian farm road belum memadai. Karena itu perlu diupayakan konsolidasi lahan serta penyediaan prasarana dan sarana pertanian secara tepat waktu sehingga dapat mengakselerasi pencapaian visi dan misi pertanian modern Umar 2008. Pengembangan teknologi pertanian diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat umumnya dan petani khususnya. Dapat dipastikan bahwa jika teknologi pertanian yang cocok tersebut telah berhasil dikembangkan dan diterapkan di negara kita, maka ketahanan pangan atau swasembada pangan pasti akan tercapai dan kemandirian dalam hal ekonomi dan politik dapat kita wujudkan Siahaan 2001. Apabila hal tersebut benar-benar kita miliki, maka kita sudah punya ketahanan pangan yang kokoh, sehingga bahaya kekurangan pangan atau kelaparan akibat tajamnya persaingan pada era global dapat dihindarkan. Tujuan tersebut dapat dicapai apabila penggunaan dan pemilihan alat mesin pertanian dilakukan secara tepat dan benar Rizaldi 2006. Pada prinsipnya, konsepsi pengembangan mekanisasi didasarkan pada dua pendekatan, yaitu pendekatan wilayah dan pendekatan teknologi, yang keduanya harus diselaraskan dengan tujuan pembangunan pertanian sehing-ga konsep mekanisasi selektif benar-benar dapat dilaksanakan dengan tepat. Pendekatan wilayah dimaksudkan sebagai tingkat kesiapan suatu wilayah dalam hal menerima suatu teknologi baru. Pendekatan wilayah ini dibagi menjadi empat tingkat, yaitu 1 lancar, 2 siap, 3 setengah siap, dan 4 terbatas. Pendekatan teknologi dibedakan berdasarkan kompleksitas dan tingkat kemudahan teknologi itu digunakan oleh pemakai, yang dibedakan menjadi 1 teknologi sederhana, 2 teknologi madya, dan 3 teknologi maju Pramudya 1996. Penelitian Diao et al. 2014 menggunakan pendekatan supply chain untuk menganalisis Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 166 dua tipe mekanisasi di Ghana, yaitu 1 program pemerintah state-led mechanization program, dan 2 penyewaan Alsintan oleh swasta the private sector-led service hiring market. Pendekatan pemerintah yang banyak mempro-mosikan traktor kurang berhasil. Pola kedua dengan penyewaan traktor oleh pemilik-pemilik swasta justru lebih berkembang baik dan hal tersebut konsisten dengan pengalaman interna-sional. Beberapa keunggulan mekanisasi pertanian antara lain adalah 1 meningkatkan produksi per satuan luas; 2 meningkatkan pendapatan petani karena tambahan produksi; 3 meningkatkan efektivitas, produktivitas, kuantitas, dan kualitas hasil pertanian; 4 mempertahankan mutu pada penanganan segar, meningkatkan nilai tambah pada hasil produksi dengan proses pengolahan yang benar dan tepat, tanpa memengaruhi rasa dan aroma; 5 meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja; 6 menghemat energi dan sumber daya benih, pupuk, dan air; 7 meminimalkan faktor-faktor penyebab kegagalan dalam produksi; 8 meningkatkan luas lahan yang ditanami dan menghemat waktu; dan 9 menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan Hardjosentono et al. 1996. Penggunaan alat mesin pertanian juga dapat meningkatkan mutu dan nilai tambah produk pertanian, serta memperluas kesempatan kerja di pedesaan melalui penciptaan agribisnis terpadu yang pada akhirnya akan memacu kegiatan ekonomi di pedesaan Manwan dan Ananto 1994. Keuntungan ekonomi dari pemanfaatan mekanisasi pertanian terihat dari nilai net present value NPV, net benefit cost ratio B/C, dan internal rate return IRR seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Subagiyo 2016, dimana Alsintan sudah merupakan kebutuhan bagi para petani untuk mengelola usaha taninya. Karena penggunaan Alsintan mampu menghemat biaya tenaga kerja dan waktu yang lebih cepat, maka Indeks Pertanaman IP menjadi naik. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengelolaan jasa Alsintan traktor, thresher, dan RMU menguntungkan dengan nilai B/C lebih besar 1,0. Keuntungan usaha jasa traktor yang diusahakan memberikan nilai NPV sebesar B/C ratio sebesar 1,23, dan nilai IRR 50,12%, dengan tingkat pengembalian investasi 4,1 tahun. Data teknis dan ekonomis hasil analisis biaya dan kelayakannya menunjukkan bahwa pengusahaan mesin perontok tersebut menguntungkan dan layak. Begitupun keuntungan pemanfaatan Alsintan juga ditunjukkan dari penggunaan alat yang lain, seperti mesin tanam bibit padi rice transplanter yang dilakukan di sawah irigasi. Satu penelitian dengan alat ini yang menggunakan varietas Mekongga dengan jarak tanam 30 x 18 cm, di Desa Plosorejo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen Propinsi Jawa Tengah pada MT I dan MT II; terbukti mampu meningkatkan produktivitas masing-masing sebesar 16,13% dan 17,14%. Hasil penelitian yang lain dengan menggunakan varietas Inpari I mampu meningkatkan produktivitas sebesar 30% dibandingkan dengan sistem tegel 20 x 20 cm Suhendrata et al. 2012. PROGRAM DAN KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DI INDONESIA Mekanisasi pertanian pada dasarnya ber-tujuan untuk meningkatkan efisiensi lahan dan tenaga kerja, meningkatkan luas lahan yang dapat ditanami, menghemat energi dan sumber daya benih, pupuk, dan air, meningkatkan efektivitas, produktivitas dan kualitas hasil pertanian, mengurangi beban kerja petani, menjaga kelestarian lingkungan dan produksi pertanian yang berkelanjutan, serta mening-katkan pendapatan dan kesejahteraan petani Salokhe dan Ramalingam 1998. Awal perkem-bangan mekanisasi pertanian di Indonesia ditandai dengan pemanfaatan alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda di Sekon. Alat dan mesin pertanian peninggalan Belanda ini kemudian dipindahkan ke Jawa dan digunakan sebagai pengenalan mekanisasi pertanian ke petani. Pada tahun 1950-an mulai didirikan pool-pool traktor di berbagai wilayah di Indonesia. Dengan bantuan pool traktor dan alat-alat pertanian ini, dilakukan pembukaan lahan di berbagai daerah. Pada awal-awal perkembangan mekanisasi pertanian ini, Indonesia mengadopsi langsung teknologi dari negara maju, padahal kondisi lahan pertanian kita dan sistem usaha taninya jauh berbeda. Akibatnya, berbagai masalah timbul, seperti batas sawah menjadi hilang dan lapisan bawah yang kedap air rusak. Harapan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejah-teraan juga tidak tercapai. Proses alih teknologi seperti ini sering disebut sebagai material transfer. Perkembangan mekanisasi pertanian, khu-susnya padi, di Indonesia ditandai dengan kegagalan dan keberhasilan. Perkembangan tersebut tidak terlepas dengan perkembangan usaha tani padi dan intervensi serta partisipasi pemerintah dalam upaya mempercepat adopsi teknologi. Pada dekade 1950–1960, mekanisasi KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah167pertanian di Indonesia ditandai oleh penggunaan Alsintan ukuran besar, namun ternyata kurang sesuai dan gagal dengan dilikuidasinya Mekatani Ananto dan Trip 2012. Belajar dari pengalaman tersebut, maka pada dekade 1960–1980 terjadi penyesuaian-penye-suaian dalam pemilihan teknologi dengan kon-disi Indonesia. Tahun 1966 impor alat dan mesin pertanian semakin banyak masuk sehinggga cukup membantu pengembangan alat dan mesin pertanian dalam negeri. Pihak swasta semakin berperan dalam pengembangan dan penyediaan Alsintan yang terlihat dengan mulai diproduksinya rice huller, rice polisher, dan rice milling. Tetapi pengembangan teknologi pada periode ini masih bersifat meniru. Pada dekade ini juga terjadi pergeseran pemilikan alat dan mesin pertanian dari pemerintah ke petani. Bersamaan dengan itu, terjadi pula pergeseran pemakaian alat dan mesin pertanian dari yang besar ke yang lebih kecil buatan Jepang. Petani mulai tertarik untuk membelinya karena harga yang lebih murah dan aplikasi yang lebih sesuai dengan kondisi agroekologi pertanian Indonesia. Dekade 1960–1970 merupakan tahap awal masuknya Alsintan ukuran kecil, disertai studi aspek agroteknis dan ekonominya untuk melihat kelayakan penggunaannya. Pada dekade 1970–1980, perkembangan mekanisasi pertanian dimulai dengan program Bimbingan Massal Bimas dan Intensifikasi Khusus Insus, walaupun pada akhirnya ditandai dengan perdebatan tentang bagaimana sesungguhnya dampak sosial ekonomi dari traktorisasi. Pada dekade 1980–1990, mutu intensifikasi terus ditingkatkan melalui Operasi Khusus Opsus dan Supra Insus. Pada dekade 1990–2000 industri Alsintan dalam negeri semakin berkembang, namun pada dekade 2000–2010 pengembangan Alsintan di Indonesia terhambat akibat dampak krisis moneter. Dari tahun ke tahun kemampuan untuk melakukan alih teknologi di bidang alat dan mesin pertanian semakin meningkat. Jika kemampuan ini diukur dengan jumlah produsen dan industri alat dan mesin pertanian, hal ini dapat dijadikan acuan dalam capacity transfer alih teknologi dalam memproduksi teknologi mekanisasi pertanian. Pada tahun 2000 misalnya, terdapat kurang lebih 30 industri menengah dan besar penghasil Alsintan Anon 2000. Pertumbuhan industri Alsintan Indonesia masih tergolong lambat yang disebabkan karena riset yang masih kurang. Walaupun lembaga riset pemerintah maupun swasta sudah berdiri sejak lama, tetapi interaksi antara lembaga riset dengan industri Alsintan masih kurang. Akibatnya industri Alsintan dalam negeri memiliki keterbatasan dalam kemampuan mendesain alat yang sesuai dengan kondisi lahan setempat. Kelemahan tersebut diperparah oleh rendahnya daya beli petani sebagai konsumen, sementara pemberian kredit pertanian oleh pemerintah masih rendah. Masuknya Alsintan impor dari China dengan harga yang sangat murah cenderung dumping menjadi tantangan nyata terhadap industri Alsintan Indonesia. Masuknya Alsintan China tersebut sudah mulai dirasakan merugikan oleh petani karena mutunya yang sangat rendah PSP-IPB dan Deptan 2003. Pada awal perkembangannya, mekanisasi pertanian di Indonesia mengalami banyak hambatan baik dalam hal teknis, ekonomis, maupun sosial. Penggunaan alat dan mesin pertanian baru mengalami peningkatan sejak tahun 1970-an karena kesadaran petani yang semakin tinggi akan manfaat mekanisasi pertanian. Kesadaran ini muncul bersamaan dengan penerapan kebijakan untuk program swasembada beras pada waktu itu, sehingga semua usaha untuk peningkatan produksi padi diupayakan dengan prioritas tinggi, terutama pada pembangunan irigasi, penyuluhan dan perluasan areal pencetakan sawah baru. Walaupun pemakaian Alsintan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi tingkat mekanisasi di Indonesia masih ketinggalan dari negara-negara lain. Menurut Alfan 1999, Indonesia masih sangat ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 kW/ha, bandingkan dengan Amerika Serikat 1,7 kW/ha, Belanda 3,6 kW/ha, dan Jepang 5,6 kW/ha. Rendahnya pemakaian traktor ini mencerminkan mekanisasi pertanian yang masih rendah. Kehilangan hasil dalam pertanian masih besar dan penanganan pasca panen juga kurang sehingga produk yang dihasilkan mutunya kurang baik. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 1986/1987 susut pasca- panen ada pada angka 18–19%. Kehilangan lossing terbesar terjadi pada proses panen dan perontokan, masing-masing sebesar 3 dan 5%. Lisyanto 2002 menemukan bahwa dengan teknologi penggilingan gabah yang banyak digunakan masyarakat, rendemen penggilingan hanya mencapai rata-rata 59%. Alsintan pada saat ini telah menjadi kebu-tuhan dalam pelaksanaan budi daya pertanian mengingat ketersediaan tenaga kerja pertanian yang sudah semakin menurun, karena kalangan muda enggan terjun ke sektor pertanian. Upah tenaga kerja yang mahal diatasi dengan mekanisasi pertanian. Hal ini terlihat dari masih banyaknya usulan daerah untuk tambahan bantuan Alsintan BBP Mektan 2006. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 168 Namun, tidak semua teknologi dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena karakteristik pertanian di Indonesia tidak sama dengan negara sumber teknologi diproduksi. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi, dikem-bangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Secara umum, alasan tidak diadopsinya teknologi mekanisasi tersebut adalah tidak sesuai dengan kondisi fisik, serta lingkungan agrososioekonomi usaha tani. Beberapa penyebab yang telah dirangkum dari Pretty 1995, Roggers 1995, Handaka dan Joyowinoto 2002, Handaka 2004, dan Joyowinoto 2004 adalah sebagai berikut. 1. Inovasi merespons pada masalah yang keliru. Petani kurang merespons teknologi yang ditawarkan karena tidak sesuai dengan pilihan petani. Kebutuhan demand petani seringkali salah diidentifikasi oleh inovator, sehingga Alsintan yang diintroduksikan tidak diadopsi oleh petani. 2. Petani melakukan teknik budi daya yang lebih baik atau sama dengan inovasi yang diperkenalkan. Meskipun hasil penelitian menyebutkan inovasi teknologi yang diha-silkan lebih unggul, namun aplikasi di lapang memberikan hasil akhir yang berbeda, sehingga petani enggan mengadopsi. 3. Inovasi tidak bekerja sebagaimana seharusnya. Inovasi teknologi hanya berlaku untuk kondisi suatu tempat, tapi tidak untuk tempat yang lain. Tidak semua Alsintan bisa diterima dengan mudah di semua tempat karena faktor lingkungan, misalnya pene-rapan combine harvester di daerah dengan lumpur yang dalam. 4. Kegagalan penyuluhan. Lemah dan kurang efektifnya pelayanan penyuluhan telah menyebabkan proses komunikasi dan adopsi Alsintan terhambat. 5. Inovasi ternyata sangat mahal. Biaya bahan, tenaga kerja, atau opportunity cost sangat mahal. Opportunity cost yang diakibatkan inovasi ini juga mahal yang akhirnya inovasi berhenti dan pengem-bangannya tidak berlanjut. Beban biaya sifatnya lebih jelas, tetapi manfaatnya masih berisiko. Manfaat seringkali overestimate, dimana hitungan teoritis yang dilakukan menghasilkan keuntungan yang berlipat tetapi sebenarnya tidak demikian. 6. Tidak ada jaminan bagi status tanah. Status tanah dan kepemilikannya kurang menjamin keberlangsungan inovasi baik sebagai jaminan maupun sebagai sumber usaha. Petani umumnya adalah penggarap yang tidak memiliki otoritas penuh dalam memutuskan adopsi suatu inovasi baru. Secara umum, inovasi innovation adalah proses terjadinya penciptaan nilai tambah dari ilmu pengetahuan the process by which social actors create value from knowledge FAO 2014, sedangkan inovasi teknologi techno-logical innovations adalah “comprise new products and processes and significant technological changes of products and processes” OECD 2015. Sementara, UU No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membedakan antara “invensi” dengan “inovasi”. Pada Pasal 1 disebutkan bahwa “invensi” adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada. Sementara, “inovasi” adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Dari kajian Handaka dan Prabowo 2014 tentang implementasi mekanisasi selama kurun waktu 1950-an sampai saat ini, diperoleh suatu pembelajaran bahwa penerapan alat dan mesin pertanian sebagai wujud fisik mekanisasi pertanian cenderung memunculkan premature mechanization jika sistem pengembangannya tidak memperhatikan aspek-aspek teknis, ekonomis, infrastruktur, dan kelembagaan sosial budaya setempat. Konsekuensi dari premature mechanization tersebut tidak hanya akan menjadi beban bagi sistem usaha tani, dan masyarakat, tetapi juga pemerintah yang sudah memberikan investasi yang cukup besar secara nasional. Pilihan pada jenis mesin sangat penting, sebagaimana pengalaman di Ghana dan Nigeria yang memilih mesin yang sesuai dengan lahan-lahan sempit. Kedua negara ini mengembangkan mekanisasinya dengan belajar dari Bangladesh yang menghadapi kondisi yang serupa Patrick et al. 2016. Perkembangan Sebaran Alsintan secara Nasional dan Kesenjangannya Penggunaan alat dan mesin pertanian Alsintan di Indonesia sudah dimulai sebelum Perang Dunia II. Pada masa itu alat dan mesin pertanian yang digunakan sebagian besar berupa mesin pengolahan hasil pertanian KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah169komoditas tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Perkembangan permintaan akan Alsintan telah mendorong para pengusaha industri alat dan mesin pertanian unluk meningkatkan investasi dan produksinya, bahkan banyak pengusaha baru yang membuka usaha di bidang industri ini. Kecenderungan ini mulai tampak pada Pelita IV dan sampai sekarang masih terus berlanjut. Kondisi ini perlu dipertahankan dengan memberikan pembinaan dan perlindungan yang diperlukan sehingga akan sangat membantu perkembangan penggunaan alat dan mesin pertanian di daerah. Peran pihak swasta tinggi dalam pengembangan mesin di Bangladesh Patrick et al. 2016. Penyediaan spare parts yang baik mendorong permintaan terhadap mesin, terutama yang dipasok dari China. Khusus untuk tresher, penggunaan dalam tiga musim secara intensif dalam setahun mampu menutupi setengah biaya pembeliannya. Jadi, dalam dua tahun telah mampu mengembalikan harga beli. Negara Ghana dan Nigeria memiliki pusat pengembangan mekanisasi, yaitu Agricultural Equipment Hiring Enterprises AEHE di Nigeria dan Agricultural Mechanization Service Enterprise Centers AMSEC di Ghana. Perkembangan Alsintan di Indonesia terlihat meningkat pesat. Tabel 1 menunjukkan bahwa sejak tahun 2014, peningkatan traktor roda 2 TR2, traktor roda 4 TR4, pompa air, dan rice transplanter meningkat tajam. Awalnya hanya berkisar ratusan hingga ribuan unit saja, namun 2–3 tahun terakhir bisa mencapai belasan hingga ratusan ribu. Peningkatan ini didorong program percepatan pembangunan pertanian modern menuju kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani dalam dua tahun terakhir semenjak tahun 2014. Pemerintah menargetkan distribusi Alsintan sebesar 180 ribu unit, dan tahun 2016 telah mencapai 600 ribu lebih unit. Bahkan peningkatan distribusi Alsintan sejak 2–3 tahun terakhir mencapai 100 sampai 1000 lebih% per tahun Tabel 2. Peningkatan bantuan Alsintan nasional sejalan dengan pengembangan mekanisasi pertanian yang memiliki urgensi penting dalam pembangunan pertanian dengan pertimbangan yang disebutkan dalam Saliem et al. 2015, yaitu antara lain a untuk memberikan dukungan terhadap pengembangan pertanian modern dan pertanian bioindustri; b sebagai respons atas semakin meningkatnya kebutuhan dan diversifikasi produksi pertanian; c perlunya peningkatan efisiensi, nilai tambah, diversifikasi produk pertanian, dan daya saing komoditas pertanian; d sebagai upaya mengatasi semakin enggannya generasi muda dan langkanya tenaga kerja di bidang pertanian; dan e perlunya dukungan terhadap penanganan dampak perubahan iklim di bidang pertanian. Tabel 1. Realisasi distribusi bantuan Alsintan nasional per jenis Alsintan, 2010–2016 unit Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 7 0 2011 652 11 410 176 2012 50 600 0 2013 0 153 2014 0 379 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 Tabel 2. Pertumbuhan jumlah bantuan Alsintan di Indonesia, 2010–2016 % Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010–2011 -83,85 57,14 -88,68 100,00 2011–2012 140,34 354,55 46,34 -100,00 2012–2013 155,01 -100,00 233,67 100,00 2013–2014 286,26 0,00 103,25 147,71 2014–2015 65,27 100,00 299,88 1238,79 2015–2016 927,44 101,00 69,51 Rataan 2010–2016 248,41 85,45 445,74 259,34 Rataan 2014–2016 496,35 100,50 654,15 Sumber Ditjen PSP 2016 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 170 Mekanisasi pertanian berperan dalam a menyediakan tambahan tenaga kerja mekanis, sebagai komplemen terhadap kekurangan tenaga kerja manusia; b meningkatkan produktivitas tenaga kerja; c mengurangi susut dan mempertahankan mutu hasil; d meningkatkan nilai tambah hasil dan limbah pertanian; e mendukung penyediaan sarana/input; f mengurangi kejerihan kerja dalam kegiatan produksi pertanian; dan g berperan mentransformasikan pertanian tradisi-onal ke pertanian modern yang lebih efisien dan efektif, sehingga terjadi perubahan kultur bisnis. Jumlah bantuan yang diberikan ke petani masih jauh di bawah kebutuhan ideal. Dari Tabel 3 berikut terlihat bahwa kebutuhan Alsintan di Indonesia berkali-kali lipat dibandingkan dengan yang sudah tersedia, terutama untuk alat yang lebih modern, yakni transplanter dan combine harvester. Kesenjangan alat yang tersedia tidak hanya terjadi pada usaha tani padi, namun juga pada jagung. Program pemerintah dalam pencapaian swasembada pangan khususnya padi, jagung dan kedelai membutuhkan upaya peningkatan produksi secara nasional, yang dapat dilakukan melalui peningkatan luas tanam peningkatan IP dan perluasan areal lahan dan penurunan susut hasil panen panen-pengolahan hasil. Seluruh upaya ini memerlukan dukungan alat dan mesin pertanian. Tentunya dalam program bantuan Alsintan ini memerlukan juga analisis kesesuaian dan kebutuhan sesuai input ketersediaan tenaga kerja pertanian, luas lahan, intensitas perta-naman IP, ketersediaan Alsintan existing, kesesuaian agroekosistem. Dengan ketersediaan dan kesesuaian input tersebut akan menghasilkan output yang dikehendaki, seperti target produksi pertanian, biaya produksi rendah, pendapatan meningkat, efisiensi kerja meningkat, dan susut hasil rendah. Semua analisis kebutuhan dan kesesuaian Alsintan perlu didukung juga oleh kebijakan pemerintah, pendidikan, dan teknologi yang diadopsi. Dalam perhitungan indikator analisis kebutuhan unit Alsintan memerlukan data standarisasi coverage area yang telah ditetapkan berdasarkan spesi-fikasi Alsintan yang telah melalui uji coba di lapangan. Coverage area untuk TR2, yaitu 25 ha per musim per unit, TR4 seluas 45 ha per musim per unit, pompa air 15 ha per musim per unit, dan rice transplanter 20 ha per musim per unit. Ketersediaan luas lahan untuk padi, jagung, dan kedelai yang disajikan dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa selama enam tahun terakhir perkembangan ketersediaan luas lahan meningkat rata-rata hampir 0,5% per tahun. Tabel 4. Perkembangan ketersediaan luas lahan padi dan palawija di Indonesia, 2010–2016 Tahun Luas lahan ha Pertumbuhan % 2010 - 2011 1,17 2012 0,39 2013 -0,19 2014 0,46 2015 0,46 2016 0,46 Rata-rata 0,46 Sumber Kementan 2016 Realisasi penggunaan Alsintan berdasarkan distribusi yang telah dilakukan mulai dari tahun 2010–2016 belum mencapai kondisi yang ideal. Tabel 5 memperlihatkan bahwa realisasi luas lahan garapan berdasarkan penggunaan adopsi per jenis Alsintan masih jauh lebih kecil dibandingkan ketersediaan luas lahan itu sendiri. Luas lahan garapan palawija yang menggunakan TR2 hanya rata-rata sekitar ha, sementara untuk penggunaan TR4 hanya sekitar 9 ha, begitu pun dengan lahan yang menggunakan transplanter hanya 72 ha. Luas lahan rata-rata yang paling banyak adalah yang menggunakan pompa air yaitu sebesar ha. Artinya, masih sangat besar lahan palawija Tabel 3. Kebutuhan Alsintan berdasarkan ketersediaan luas lahan dengan coverage area masing-masing Alsintan di Indonesia, 2010–2016 unit Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah171yang belum digarap dengan Alsintan. Berdasarkan hasil perhitungan, luas lahan garapan yang sudah menggunakan teknologi Alsintan ini hanya sekitar 0,000002% hingga 0,00044% saja. Dengan kata lain, ada sebanyak 99,99% lahan palawija yang belum terjamah penggunaan Alsintan. Masih terdapat banyak kesenjangan dalam distribusi program bantuan Alsintan di seluruh lokasi pertanian di Indonesia. Tabel 5. Luas lahan garapan hektare berdasarkan penggunaan per jenis Alsintan, 2010–2016 Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter2010 161 0,16 241 0 2011 26 0,24 27 9 2012 63 1,11 40 0 2013 160 - 133 8 2014 617 - 271 19 2015 27,64 254 2016 62,71 430 Sumber Ditjen PSP 2016 Kesenjangan antara realisasi distribusi Alsintan Tabel 1 dengan kebutuhan Alsintan yang sebenarnya Tabel 3 berdasarkan data ketersediaan luas lahan palawija Tabel 4 ini rata-rata mencapai antara 180 ribu unit untuk TR4 hingga 487 ribu unit untuk pompa air, sedangkan untuk TR2 memiliki kekurangan rata-rata sebesar 280 ribu unit dan transplanter sebanyak 404 ribu unit untuk periode yang sama tahun 2010–2016. Namun demikian, dilihat dari pertumbuhan-nya, kekurangan Alsintan ini semakin menurun setiap tahunnya. Untuk TR2 dan pompa air penurunannya masing-masing sebesar 13,72% untuk TR2 dan 10,58% untuk pompa air Tabel 6, sedangkan kesenjangan kebutuhan TR4 dan transplanter justru mengalami pertumbuhan yang meningkat dengan laju peningkatan masing-masing sebesar 0,2% untuk TR4 dan 0,11% untuk transplanter. Artinya, rata-rata petani lebih menyukai penggunaan TR2 untuk mengolah lahan dan pompa air untuk mendukung irigasi sawah, khususnya saat musim kemarau. Data ini juga didukung oleh pendistribusian TR2 dan pompa air yang semakin banyak dan semakin menurunnya kesenjangan antara realisasi distribusi Alsintan dengan kebutuhan Alsintan. Untuk sementara, indikasi awal memperlihatkan bahwa transplan-ter dan TR4 belum menjadi primadona bagi petani dalam membantu usaha tani palawijanya, khususnya padi, jagung, dan kedelai. Kesenjangan antara realisasi dengan kebutuhan Alsintan per jenis selama periode 2010–2016 menunjukkan bahwa Alsintan yang paling dibutuhkan adalah pompa air dengan jumlah kesenjangan rata-rata sekitar 541 ribu unit per tahun, sedangkan TR4 menunjukkan kesenjangan rata-rata sekitar 180 ribu unit. Dua Alsintan lainnya berada pada posisi sekitar 325 ribu unit untuk TR2 dan 406 ribu unit untuk transplanter per tahunnya. Dilihat dari kuantitasnya unit, hal ini mengindikasikan bahwa kebutuhan petani paling krusial dalam mendukung percepatan produksi padi, jagung, dan kedelai adalah pompa air karena program irigasi selama ini tidak pernah tuntas dalam mengatasi kebutuhan air. Hal ini juga dibuktikan dari tingkat kejenuhan perbandingan persentase antara realisasi atau ketersediaan Alsintan dengan kebutuhannya yang telah disesuaikan dengan ketersediaan luas lahan palawija Alsintan TR2 menunjukkan bahwa rata-rata sebesar 15,68% perhitungan Tabel 1 terhadap Tabel 3, artinya realisasi Alsintan TR2 hanya sekitar 15,68% dari kebutuhan yang seharusnya, sedangkan pompa air sekitar 11,5% per tahun. Pada periode yang sama, tingkat kejenuhan paling kecil yaitu TR4 dan transplanter dengan masing-masing sebesar 0,38% dan 0,58%. Dilihat dari tingkat kejenuhannya, TR2 dan pompa air lebih cepat berkembang pendistribusiannya dibanding TR4 dan transplanter. Tabel 6. Kesenjangan gap perkembangan Alsintan unit di Indonesia, 2010–2016 Tahun Traktor roda 2 Traktor roda 4 Pompa air Rice transplanter 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Sumber Ditjen PSP 2016 Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 172 Permasalahan Pengembangan Alsintan Dari pengalaman selama ini, terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan Alsintan di dalam negeri, yakni a sistem standarisasi, sertifikasi, dan pengujian alat dan mesin pertanian Alsintan masih lemah; b ketersediaan Alsintan masih kurang; c skala usaha penggunaan belum memadai; d dukungan perbengkelan masih lemah; e belum mantapnya kelembagaan Alsintan; f belum optimalnya pengelolaan Alsintan di sub sektor peternakan; dan g masih rendahnya partisipasi masyarakat/swasta dalam pemanfaatan dan pengembangan Alsintan serta terbatasnya daya beli maupun permodalan. Faktor-faktor penghambat perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia di antaranya adalah 1 permodalan, di mana umumnya petani mempunyai lahan yang sempit dan kurang dalam permodalannya, sehingga tidak semua petani mampu membeli Alsintan yang harganya relatif mahal; 2 kondisi lahan, di mana tofografi lahan pertanian di Indonesia kebanyakan bergelombang dan bergunung-gunung sehingga menyulitkan untuk pengoperasian mesin khusus-nya mesin prapanen; 3 tenaga kerja, di beberapa wilayah tenaga kerja cukup berlimpah sehingga mekanisasi dikhawatirkan menimbulkan pengangguran; serta 4 tenaga ahli, yakni kurangnya tenaga yang kompeten dalam menangani mesin-mesin pertanian Priyanto 2011. Mengingat hal tersebut, terutama poin nomor 3 maka perngembangan mekanisasi pertanian di Indonesia menganut azas mekanisasi pertanian selektif, yaitu mengintroduksi alat dan mesin pertanian yang disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Adapun tantangan yang dihadapi dalam pengembangan teknologi Alsintan adalah menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan tentang Alsintan, me-numbuhkembangkan industri dan penerapan Alsintan, mengembangkan kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan UPJA yang mandiri, mengembangkan lembaga pengujian Alsintan yang terakreditasi di daerah, dan mengem-bangkan Alsintan sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan mening-katkan partisipasi masyarakat dalam pengem-bangan Alsintan. Riset dari 120 sampel di Nepal mendapatkan empat variabel penting dalam modernisasi dan mekanisasi petanian, yaitu jumlah penggunaan pupuk area, jumlah areal yang menggunakan traktor tractor-ploughing, area yang dilayani irigasi pompa pump-set irrigation, dan ukuran penguasaan lahan landholding size Nepal dan Thapa 2009. Tingkat komersialisasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan mekanisasi. Perkembangan Kelembagaan UPJA Usaha Penyewaan Jasa Alsintan UPJA didefinisikan sebagai kelompok yang mengusahakan atau kelompok tani yang memiliki atau mengelola usaha pelayanan jasa Alsintan Keputusan Dirjen TPH No. 1 tanggal 2 Desember 1998, serta tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 25/Permentan/ tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian. Dari kedua peraturan tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi utama UPJA adalah melakukan kegiatan ekonomi dalam bentuk penyewaan jasa Alsintan, baik dalam melakukan kegiatan pra-panen seperti jasa pompa air irigasi, jasa penanaman, jasa pengolahan tanah maupun jasa panen, pascapanen seperti perontokan dan jasa pengolahan hasil seperti penggilingan padi. Pada hakikatnya, tujuan pengembangan UPJA adalah membangun sistem dan kelembagaan usaha pelayanan jasa Alsintan di sentra produksi tanaman pangan dan hortikultura yang berorientasi bisnis Siam 2001. Unit Pelayanan Jasa Alsintan UPJA merupakan rekayasa sosial yang dimaksudkan untuk mendorong pemanfaatan Alsintan oleh petani Ariningsih dan Tarigan 2005. Penggunaan teknologi, termasuk Alsintan merupakan salah satu faktor pertumbuhan ekonomi di samping akumulasi modal dan pertumbuhan populasi. Selain itu, UPJA merupakan terobosan untuk mengatasi masalah usaha tani pada kondisi dimana kepemilikan lahan pertanian relatif sempit sehingga kepemilikan Alsintan secara individu tidak menguntungkan Todaro 1993. Pengembangan ini merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya usaha agroindustri berbasis usaha tani tanaman pangan, khu-susnya padi sawah. Secara ekonomi, program UPJA ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani di perdesaan secara signifikan. Kementerian pertanian mendorong kepemilikan Alsintan dalam UPJA secara mandiri. Kehadiran UPJA dalam menyediakan jasa Alsintan dibutuhkan oleh masyarakat tani, karena dapat menutupi kekurangan ketersediaan tenaga kerja perta-nian, terutama untuk pengolahan tanah. Selain itu, penyediaan jasa Alsintan oleh UPJA akan meningkatkan pendapatan petani dalam usaha KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah173taninya karena meringankan beban petani untuk biaya produksi usaha taninya Yogatama et al. 2003. Hasil kajian Priyati dan Abdullah 2015 mendapatkan bahwa kinerja UPJA yang diteliti mulai mengalami penurunan dikarenakan bebe-rapa alat yang menunjang program tersebut sudah mulai rusak dan sudah tidak mampu diperbaiki lagi dikarenakan usia alat yang sudah tua. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengganti alat-alat tersebut membuat para pengelola berinisiatif membeli alat sendiri dari hasil usaha UPJA. Dampak lainnya, karena alat banyak rusak, para operator mesin banyak yang meninggalkan kelompok UPJA dan mencari pekerjaan lain. Untuk itu, pelaksanaan program UPJA bila tidak didasari dengan persiapan yang matang, baik dalam hal SDM pengelolanya, kesesuaian jenis, jumlah maupun kualitas Alsintan yang dibutuhkan; dapat mengurangi kualitas maupun kuantitas hasil yang diperoleh serta menyebabkan program tidak berjalan lancar. Dengan demikian, Alsintan UPJA yang masih belum optimal penggunaannya perlu dioptimalkan dengan cara kerja sama dengan kelompok tani lain di luar UPJA. Alsintan yang tidak digunakan dapat dipindahkan ke UPJA lain yang membutuhkan atau dibentuk UPJA baru. MENINGKATKAN EFEKTIVITAS DAN OPTIMALISASI PENGGUNAAN ALSINTAN Posisi strategis mekanisasi pertanian memiliki makna yang sangat kompleks bagi Indonesia karena mengandung banyak manfaat mulai dari peningkatan produksi, mengurangi losses dalam proses panen, menekan biaya usaha tani, serta memperluas dan meningkatkan intensitas tanam BBP Mektan 2016. Banyak negara telah mengembangkan mekanisasi pertanian, namun keberhasilannya bervariasi. Menarik untuk mencermati faktor-faktor apa yang mendukung keberhasilannya. Hasil riset Handaka 2012 mendapatkan bahwa sumbangan penggunaan Alsintan dalam pembangunan pertanian dapat diukur pada berbagai kasus, misalnya penggunaan pompa air tanah di Jawa Timur yang mampu merubah pola tanam dari padi-bero menjadi padi-padi atau padi-palawija-palawija. Demikian pula penggunaan mesin perontok padi yang menurunkan susut panen dari >5% menjadi kurang dari 2%. Penelitian juga menunjukkan bahwa perbaikan dan penyempurnaan mesin penggilingan padi mampu menaikkan rendemen giling. Kontribusi mekanisasi pertanian untuk tanaman pangan ditandai dengan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja pada pengolahan lahan, karena indeks pertanaman yang meningkat. Di samping itu, keserempakan tanam dalam satu kawasan yang luas menyebabkan volume pekerjaan meningkat, waktu pengolahan lahan menjadi singkat, sehingga permintaan tenaga kerja juga meningkat. Penelitian lain menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata usaha tani padi meningkat setelah penggunaan Alsintan Hermanto et al. 2016. Peningkatan pendapatan merupakan akumulasi dari meningkatnya produktivitas padi, berkurangnya losses, pengeluaran biaya nontenaga kerja menjadi lebih kecil, dan penggunaan tenaga kerja luar keluarga juga berkurang. Penelitian Saliem et al. 2015 mendapatkan hal serupa. Penggunaan Alsintan dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat berupa penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengu-rangan biaya, peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan Alsintan menghemat waktu cukup banyak sehingga bisa dilaksanakan tanam serempak. Tenaga kerja pertanian buruh tani yang terbilang langka seperti di Kabupaten Soppeng Sulse dapat diatasi dengan masuknya Alsintan. Dibanding dengan pertanian konvensional yang biasa dipraktikkan petani, penggunaan Alsintan mampu meningkatkan produksi dari 6,7 menjadi 8,05 ton/ha. Kehilangan hasil pada saat panen yang berkisar antara 10-12%, dengan penggunaan combine harvester bisa ditekan hingga 3%. Manfaat lain dari pertanian modern adalah berkurangnya biaya usaha tani dan bertambahnya pendapatan petani. Di lokasi kajian terjadi penurunan biaya usaha tani rata-rata 20–25% dan peningkatan keuntungan sekitar 50%. Dari sisi usaha penyewaan Alsintan, UPJA mendapat keuntungan usaha yang cukup baik dengan kisaran RC rasio 1,4 hingga 2,3, di mana keuntungan tertinggi diperoleh dari penyewaan combine harvester. Berbagai hasil penelitian telah menunjukkan turunnya biaya karena menggunakan mesin. Penelitian dari 255 unit usaha peternakan ayam livestock farms mendapatkan bahwa peter-nakan dengan biaya kotor lebih tinggi membu-tuhkan biaya mekanisasi yang juga lebih besar. Namun, pada peternakan penggemukan sapi, biaya mekanisasi yang lebih besar tidak dikompensansi oleh margin biaya kotor gross margin yang lebih tinggi Miserque 2015. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 174 Satu negara yang telah cukup berhasil dalam mekanisasi pertanian adalah Korea Selatan. Negara ini telah mengembangkan mekanisasi selama 45 tahun, di mana untuk usaha tani padi perkembangannya telah cukup lengkap, namun untuk hortikultura dan peternakan sedang dikembangkan Kim 2009. Penggunaan Alsintan hanya salah satu komponen dalam sistem usaha tani. Pengalaman dari negara ini mendapatkan bahwa mekanisasi hanya berkembang jika usaha pertanian tersebut memberi keuntungan economically viable dan mesin juga harus mampu mereduksi biaya tenaga kerja. Skala usaha tani yang kecil semestinya tidak menjadi hambatan sebagaimana di China. China juga menghadapi masalah penguasaan lahan, fragmentasi, dan semakin tingginya upah buruh tani terutama untuk kegiatan panen Zhang 2017. Pertanian skala kecil tetap dapat mempertahankan daya kompetitifnya. “By sourcing labor and power-intensive steps of production to others, smallholder farmers can maintain their competiveness despite their small and fragmented land size. However, as the current old-generation farmers with low opportunity cost of labor die out in the near future, land consolidation will become inevitable” Zhang 2017. Masalah di Turki juga sama, yakni skala usaha kecil dan lahan terfragmentasi Akedmir 2013. Satu hal yang harus dipertimbangkan pula adalah membangun pabrik dan industri mesin pertanian secara mandiri, sehingga tidak ber-gantung pada impor mesin dari luar. Sebagai contoh, mekanisasi pertanian di Korea Selatan berhasil karena didukung oleh pengembangan industri dalam negerinya Kim 2009. Indonesia juga sudah harus memikirkan bagaimana mengembangkan industri yang memproduksi Alsintan, karena kebutuhan ke depan masih sangat besar. Perkembangan Alsintan di Indo-nesia sesungguhnya baru berada pada tahap permulaan. Hasil analisis dari berbagai negara ber-kembang menyimpulkan bahwa pengembangan mekanisasi secara bertahap akan mengikuti langkah-langkah berikut IRRI 1986. Tahap pertama, substitusi tenaga power substitution. Penggunaan mesin pada level ini hanya sekedar mengganti tenaga manusia dan hewan dengan mesin. Dengan kata lain, yang berubah adalah level power change the farming systems. Penggunaan mesin akan meningkatkan luasan lahan yang terolah, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan produksi nasional secara total. Penggarapan lahan dapat dilakukan bahkan sebelum hujan turun, waktu olah turnaround time akan lebih pendek, sehingga meningkatkan produktivitas lahan. Pertanian Indonesia dalam tiga tahun terakhir baru berada pada tahap ini. Tahap kedua, mekanisasi untuk menggan-tikan fungsi tugas kontrol human control functions. Mesin membantu petani dalam mengontrol usaha tani, meskipun menjadi lebih kompleks dan membutuhkan biaya besar. Tahap ketiga, adaptasi pola usaha tani cropping system. Salah satu model yang akan terbentuk karena penggunaan mesin secara intensif nantinya adalah pertanian monokultur. Pertanian mixed crops akan kesulitan dalam menerapkan Alsintan. Tahap keempat, adaptasi sistem usaha tani dengan lingkungan karena menggunakan mesin dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan keuntungan dari skala usaha tani. Bagai-mana penggunaan mesin menjadi pertimbangan dalam investasi dan konsolidasi lahan, namun juga membutuhkan dukungan yang optimal. Penggunaan fully mechanized pada padi sawah, misalnya, mengharuskan prasarana irigasi yang optimal. Pilihan mesin yang sesuai menjadi faktor penting, sebagaimana pengalaman di Turki Akedmir 2013. Tahap kelima, adaptasi tanaman untuk pemenuhan mekanisasi. Pihak pemulia tanam-an misalnya, akan menciptakan bibit dengan karakteristik yang sesuai untuk satu alat dan mengefisienkan biaya penggunaan alat tersebut. Tahap keenam, sistem produksi pertanian yang otomatis automation of agricultural production. Pada tahap ini hampir seluruh pekerjaan pertanian telah digantikan mesin, termasuk komputerisasi yang akan memandu kegiatan keseluruhan utamanya dalam penetapan jadwal kegiatan dan dosis. Perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia tentu saja masih pada tahap awal. Ke depan, masih banyak kendala yang harus dihadapi. Verma 2005 menyarankan bahwa produksi pertanian terutama padi, pada masa datang akan menghadapi beberapa masalah seperti keterbatasan lahan subur, air, dan tenaga kerja, namun dituntut untuk lebih memperhatikan masalah lingkungan hidup. Konsekuensinya adalah perlunya pemikiran yang lebih rasional untuk mendorong perluasan areal baru, dalam mengantisipasi berkurangnya lahan subur dengan mencari sumber lahan baru yang potensial untuk dikembangkan. Mekanisasi merupakan alternatif jawaban untuk masalah keterbatasan tenaga kerja, karena meningkatnya pembangunan industri dan turunnya minat KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah175bekerja di sektor pertanian. Teknologi ramah lingkungan harus terus menerus dikembangkan dalam usaha membangun dan mengembangkan good farming practice. Pengalaman menunjukkan bahwa pendekat-an pengembangan mekanisasi pertanian dari sisi teknologi akan bias kepada teknologi yang lebih maju dari yang eksis, dengan efisiensi tinggi, dan teknik operasi yang kurang pas dengan kondisi sistem usaha tani yang ada. Seringkali dikatakan bahwa teknologi mekani-sasi yang dikembangkan tidak layak secara ekonomis maupun sosial, meskipun secara teknis dikatakan layak. Namun demikian, pende-katan sosial ekonomi dan budaya juga menda-patkan kritikan akan menjadikan Indonesia terlambat mengejar pertumbuhan dan persa-ingan dengan negara negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan bahkan Vietnam BBP Mektan 2016. PENUTUP Mekanisasi pertanian telah cukup lama dijalankan di Indonesia, dan semakin ditingkat-kan semenjak beberapa tahun terakhir. Upaya ini berada dalam konteks menciptakan “pertanian modern”, di mana penggunaan mesin dapat meningkatkan luas dan intensitas tanam, mempercepat pekerjaan, menekan biaya, me-ngurangi losses, dan meningkatkan produksi. Meskipun telah dikembangkan semenjak era tahun 1960-an, namun sampai saat ini Alsintan yang berkembang dan telah memasyarakat masih terbatas pada traktor pengolah tanah dan mesin perontok tresher. Alat terbaru yang diintroduksikan oleh pemerintah adalah alat tanam padi rice transplanter dan alat panen kombinasi rice combine harvester. Namun demikian, sebagaimana diuraikan di atas, efektivitas program dan penggunaan Alsintan di lapangan belum optimal. Salah satu penyebabnya karena distribusi alat yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan belum siapnya kelembagaan petani penerima. Dari berbagai hasil studi, pengembangan Alsintan ke depan membutuhkan peningkatan efektivitas dan optimalisasi, serta penguatan kelembagaan pengelolanya. Peran swasta juga harus diberi ruang yang lebih besar, sembari mengem-bangkan industri produsen Alsintan dalam negeri sehingga lebih mandiri. Kelembagaan pengelola Alsintan di level petani adalah kelembagaan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan UPJA yang berada di bawah Gabungan Kelompok Tani Gapoktan. Kemam-puan SDM dan manajemen dalam UPJA mendesak untuk ditingkatkan sehingga optima-lisasi penggunaan Alsintan lebih baik. Pening-katan kapasitas dan kinerja UPJA membutuhkan pendampingan dari dinas teknis dan penyuluhan pertanian, berupa pelatihan teknis dan mana-jemen, pendampingan, serta dukungan infra-stuktur perbengkelan dan ketersediaan spare parts. Optimalisasi operasional Alsintan mem-butuhkan jejaring kerja yang lebih luas sehingga komunikasi dan kerja sama antar-UPJA dari wilayah yang berbeda perlu dijalin. Hasil review terhadap kinerja pemanfaatan Alsintan terhadap kinerja pemanfaatan meka-nisasi pertanian dan implikasinya dalam upaya percepatan produksi pangan di Indonesia mem-berikan pemikiran bahwa kinerja petani dalam adopsi teknologi belum cukup efektif. Walaupun demikian, pemanfaatan Alsintan dapat membe-rikan keuntungan secara ekonomi atau finansial. Di samping itu, Alsintan terlihat masih belum matang dalam pendistribusiannya, penggu-naannya di petani belum merata, dan belum memperhitungkan kesesuaian berdasarkan kon-disi sosial budaya masyarakat sekitar. Beberapa lokasi sangat kekurangan Alsintan, sementara di lokasi lainnya Alsintan justru mengalami kemubaziran karena tidak sesuai dengan kondisi lahan maupun sosial budayanya. Untuk itu, program bantuan teknologi semacam ini perlu memperhitungkan dan mempertimbangkan tidak hanya aspek ekonomi, namun juga aspek sosial budaya dari masyarakat setempat. UCAPATAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis ucapkan kepada Dewan Redaksi dan Redaksi Pelaksana Forum Peneli-tian Agro Ekonomi yang telah memberikan saran perbaikan serta melayani penyempurnaannya. Secara khusus ucapan terima kasih dihaturkan kepada Dr. Hermanto, Dr. Henny Mayro-wani, dan Dr. Agung Prabowo atas dukungan moril serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan naskah ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyediakan data, informasi, serta pengetahuan dan temuan-temuan studi untuk penyempurnaan penulisan naskah ini. DAFTAR PUSTAKA Akdemir B. 2013. Agricultural mechanization in Turkey. 2013. IERI Procedia. 541-44. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Vol. 34 No. 2, Desember 2016 163-177 176 Alihamsyah T. 2007. Teknologi mekanisasi pertanian mendukung sistem pertanian tanaman pangan industrial. Makalah pada Simposium Tanaman Pangan V di Bogor; 2007 Agu 28-29 Agustus; Bogor, Indonesia. Alfan Z. 1999. Mekanisasi, pemecahan masalah efisiensi kerja petani [Internet]. [diuduh 2006 Mei 2]. Tersedia dari 012000/20/opini/ Ananto EE, T Alihamsyah. 2012. Pengembangan mekanisasi pertanian keberhasilan dan permasalahan. Dalam Kemandirian pangan Indonesia dalamperspektif MP3EI. Jakarta ID IAARD Press. hlm. 212-238. Anon 2000. Kebijakan pengembangan industri Alsintan. Makalah pada Seminar Sehari Alat dan Mesin Pertanian Alsintan Produksi Dalam Negeri. Jakarta ID Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Elektronika dan Aneka. Ariningsih E, Tarigan H. 2005. Keragaan usaha pelayanan jasa Alsintan UPJA di Jawa Barat studi kasus di Kabupaten Indramayu. ICASEPS Working Paper No. 79. Bogor ID Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. [BBP Mektan]. 2006. Telaah Strategis Mekanisasi Pertanian dalam Pembangunan Pertanian Berwawasan Agribisnis. Laporan Akhir. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [BBP Mektan]. 2016. Laporan akhir telaah strategis mekanisasi pertanian dalam pembangunan pertanian berwawasan agribisnis. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Diao X, Cossar F, Houssou N, Kolavalli S. 2014. Mechanization in Ghana emerging demand and the search for alternative supply models. Food Policy. 48168-181 [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2014. Agricultural innovation common understanding the upcoming SOFA 2014 [Internet] Rome IT Food and Agriculture Organization of the United Nations; [cited 2016 May 2]. Available from Investment_Days_2012_1st_day/Session_I/ Handaka. 2004. Inovasi mekanisasi pertanian berkelanjutan suatu alternatif pemikiran. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Handaka. 2012. Kontribusi mekanisasi pertanian dan teknologi pasca panen pada sistem dan usaha agribisnis. Makalah pada Expose dan Seminar Mekanisasi Pertanian dan Teknologi Pasca Panen; 2002 Jul 30-31. Malang, Indonesia. Handaka, Joyowinoto. 2002. Proses inovasi teknologi mekanisasi pertanian di Indonesia. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Handaka, Prabowo A. 2014. Kebijakan antisipatif pengembangan mekanisasi pertanian. Anal Kebijak Pertan. 11127-44. Hardjosentono M, Wijarto, Elon R, Badra IW, Dadang TR. 1996. Mesin-mesin pertanian. Jakarta ID Dunia Aksara. Hermanto, Mayrowani H, Prabowo A, Aldillah R, Soeprapto D. 2016. Evaluasi rancangan, implementasi dan dampak bantuan mekanisasi terhadap percepatan peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai. Laporan Akhir Penelitian. Bogor ID Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. [IRRI] International Rice Research Institute. 1986. Small farm equipment for developing countries. Proceedings of the International Conference on Small Farm Equipment for Developing Countries Past Experiences and Future Priorities; 1986 Sep 2-6; Los Baños, Filipina. Los Baños PH International Rice Research Institute. Irwanto KA. 1980. Alat dan mesin budidaya pertanian Bandung ID Institut Teknologi Bandung, Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Joyowinoto. 2004. Pengembangan mekanisasi pertanian kinerja dan tinjauan kelembagaan. Tangerang ID Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2016. Statistik Pertanian 2016. Jakarta ID Kementerian Pertanian, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Kim KU. 2009. Farm mechanization policies in Korea. Eng Agric Environ Food. 24132-143. Lakitan B. 2013. Connecting all the dots identifying the “actor level” challenges in establishing effective innovation system in Indonesia. Technol Soc. 3541-54. Lisyanto. 2002. Pengembangan teknologi berbasis pertanian suatu modal kemandirian dalam menghadapi era global. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Bogor ID Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Manwan I, Ananto EE. 1994. Strategi penelitian dan pengembangan mekanisasi pertanian tanaman pangan Dalam Ananto EE, editor. Prospek mekanisasi pertanian tanaman pangan. Bogor ID Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm. 1- 9. Mangunwidjaja D, Sailah I. 2005. Pengantar teknologi pertanian. Jakarta ID Penebar Swadaya. Miserque O. 2015. Mechanization costs in Walloon livestock farms. Farm Machinery and Processes Management in Sustainable Agriculture, 7th International Scientific Symposium. Agriculture and Agricultural Science Procedia 7 2015 170 – 176. Mugniesyah, Machfud SS. 2006. Peranan penyuluhan pertanian dalam pembangunan pertanian. Bogor ID IPB Press. KINERJA PEMANFAATAN MEKANISASI PERTANIAN DAN IMPLIKASINYA DALAM UPAYA PERCEPATAN PRODUKSI PANGAN DI INDONESIA Rizma Aldillah177[OECD] The Organisation for Economic Co-operation and Development. 2015. Frascati manual proposed standard practice for surveys on research and experimental development [Internet]. 6th ed. Paris FR The Organisation for Economic Co-operation and Development; [cited 2016 Jun 13]. Available from frascatimanual Nepal R, Thapa GB. 2009. Determinants of agricultural commercialization and mechanization in the hinterland of a city in Nepal. Appl Geography. 29377-389. Olmstead AL, Rhode PW. c2014. Agricultural mechanization. In van Alken NK, editor in chief. Encyclopedia of Agriculture and Food Systems. London UK Elsevier Inc. p. 168-178 Patrick OA, Abubakar AG, Adama AI, Lawal AO, Musa AA. 2016. Agricultural mechanization and south-south knowledge exchange What can Ghanaian and Nigerian policymakers learn from Bangladesh’s experience? GSSP Policy Note and NSSP Policy Note 6 and 36. Washington, DC US International Food Policy Research Institute. Pramudya B. 1996. Strategi pengembangan alat dan mesin pertanian untuk usaha tani tanaman pangan. Agrimedia. 225-12. Pretty J. 1995. Regenerating agriculture policies and practice for sustainability and self reliance. London UK London Press. Priyanto A. 2011. Penerapan mekanisasi pertanian. Bul Keteknikan Pertan. 11154-58. Priyati A, Abdullah SH. 2015. Studi keberadaan usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian UPJA Kaliaji di Desa Monggas Kecamatan Kopang Lombok Tengah. J Ilm Rekayasa Pertan Biosist. 31153-158. PSP-IPB dan Departemen Pertanian. 2003. Evaluasi Dampak Deregulasi Agroinput. Laporan Akhir Kegiatan. Bogor ID PSP-IPB bekerja sama dengan Departemen Pertanian. Rizaldi T. 2006. Mesin peralatan. Medan ID Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian. Robbins JH. 2005. CRC handbook of engineering in agriculture. Boka Raton. US CRC Press. Roggers EM. 1995. Diffusion of Innovations. New York US The Free Press. Saliem HP, Kariyasa K, Mayrowani H, Agustian A, Friyatno S, Sunarsih. 2015. Prospek pengem-bangan pertanian modern melalui penggunaan teknologi mekanisasi pertanian pada lahan padi sawah. Laporan Analisis Kebijakan. Bogor ID Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Salokhe VM, N. Ramalingam. 1998. Agricultural mechanization in South and South-East Asia. Paper at the Plenary Session of the International Conference of the Philippines. Los Banos PH Society of Agricultural Engineers. Siahaan S. 2001. Penelitian tentang Diklat jarak jauh penyuluhan pertanian dan dampaknya terhadap peningkatan kualitas hidup petani di Kabupaten Ogan Komering Ilir OKI, Sumatera Selatan. Bogor ID IPB Press. Siam S. 2001. Membangun sistem dan kelembagaan usaha pelayanan jasa Alsintan UPJA mendukung program ketahanan pangan. Dalam Pembangunan Pertanian. Bogor ID Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Subagiyo. 2016. Analisis kelayakan finansial penggunaan Alsintan dalam usaha tani padi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Agros. 18133-48. Suhendrata T, Kushartini E, Prasetyo A, Ngadimin. 2011. Alsintan di Kabupaten Sukoharjo dan Sragen. Laporan Akhir Kegiatan. Ungaran ID BPTP Jawa Tengah. Suhendrata T, Kushartini E, Sudaryanto T, Jauhari S, Budiman, Ngadimin. 2012. Pengkajian intensifikasi padi pada lahan sawah tadah hujan melalui perbaikan teknologi budidaya. Laporan Akhir Kegiatan. Ungaran ID BPTP Jawa Tengah. Sukirno MS. 1999. Mekanisasi pertanian pokok bahasan alat mesin pertanian dan pengelolaannya. Diktat Kuliah UGM. Yogyakarta ID Universitas Gadjah Mada. Todaro MP. 1993. Pembangunan ekonomi di dunia ketiga. Aminuddin, Mursaid, penerjemah. Jakarta ID Ghalia Indonesia. Umar S. 2008. Pengembangan alat tanam biji-bijian pada beberapa kondisi lahan untuk peningkatan efisiensi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008; 2008 Nov 18-19; Yogyakarta Indonesia. Yogyakarta ID Universitas Gadjah Mada, Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian. hlm. 1-12. Verma SR. 2005. Impact of agricultural mechanization on production, productivity, cropping intensity income generation and employment of labour [Internet]. Pensylvania US Pensylvania State University, Departemen of Engineering; [cited 2016 Aug 23]. Available from viewdoc/download? doi 1&type=pdf Wijanto. 2002. Mesin dan peralatan usaha tani. Yogyakarta ID Gadjah Mada University Press. Yogatama MR, Ciptohadijoyo S, Masithoh RE. 2003. Kajian kinerja usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian UPJA kontribusi dalam strategi pengembangan alat dan mesin pertanian Studi Kasus UPJA di DIJ. Agritech. 214149-156. Zhang X, Yang J, Thomas R. 2017. Mechanization outsourcing clusters and division of labor in Chinese agriculture. China Econ Rev. 43184-195. ... Kabupaten Klaten memiliki nilai produktivitas padi di atas Jawa Tengah dan Nasional menjadikan pemerintah memberikan bantuan alsintan. Bantuan alsintan diharapkan mampu membantu dalam peningkatan produktivitas padi karena peningkatan produktivitas dapat dicapai salah satunya melalui mekanisasi pertanian berupa alat dan mesin pertanian alsintan Aldillah, 2016. Salah satu jenis alsintan yang diberikan yaitu transplanter. ...... Mekanisasi pertanian berdasarkan konsepnya merupakan proses pengenalan dan penggunaan bantuan mekanis untuk melangsungkan operasi pertanian. Bantuan tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan dan sumber energi lainnya Robbins dalam Aldillah, 2016. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi Mangunwidjaja dan Sailah dalam Aldillah, 2016. ...... Bantuan tersebut termasuk semua jenis alat atau perlengkapan yang digerakkan oleh tenaga manusia, hewan dan sumber energi lainnya Robbins dalam Aldillah, 2016. Mekanisasi pertanian dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan produktivitas lahan, dan menurunkan ongkos produksi Mangunwidjaja dan Sailah dalam Aldillah, 2016. ...Nafiah Nur BaitiSuminahJoko WinarnoKabupaten Klaten memiliki nilai produktivitas padi tertinggi menjadikan pemerintah memberikan bantuan alsintan salah satunya yaitu transplanter alat tanam otomatis. Transplanter mampu meningkatkan produktivitas karena jarak dan kedalaman tanam yang dihasilkan lebih seragam sehingga pertumbuhan tanaman lebih optimal. Kecamatan Trucuk mendapatkan bantuan transplanter terbanyak namun tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas padi karena rendahnya adopsi teknologi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji tingkat adopsi pada tiap tahap pengenalan, persuasi dan keputusan konfirmasi dan hubungan antara ketiga tahap dengan tahap konfirmasi dalam proses keputusan inovasi transplanter padi bagi petani di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Metode penelitian berupa penelitian kuantitatif analisis deskriptif non parametrik korelasi rank spearman dengan pengumpulan data melalui survei. Penentuan lokasi penelitian dan populasi dilakukan secara purposive. Populasi yang diambil adalah petani kelompok tani di Desa Kalikebo, Mandong dan Wanglu. Teknik sampling berupa proportional random sampling dengan sampel sebanyak 40 orang. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi pada tahap pengenalan X1, persuasi X2 dan keputusan X3 sangat tinggi. X1 dipengaruhi tahu adanya inovasi 46%, pengetahuan teknis 20% dan pengetahuan prinsip 34%. X2 dipengaruhi oleh keuntungan inovasi 26%, kompatibilitas 23%, kemudahan 41% dan komunikasi 10%. X3 dipengaruhi oleh keterlibatan petani dalam melihat dan atau mencoba inovasi transplanter padi. Tingkat adopsi inovasi pada tahap konfirmasi X4 sangat tinggi dan tahap pengenalan, persuasi dan keputusan berhubungan signifikan dengan tahap konfirmasi dalam proses keputusan inovasi transplanter padi bagi petani di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Pemerintah diharapkan memberikan bantuan yang kompatibel terhadap petani dan penyuluh diharapkan meningkatkan intensitas penyuluhan.... Being good at work and become an expert is not suitable anymore in technology and globalization era. Innovation has an important role Setiawati 2015;Tapscott 2015 because technology offers the proper solution to reduce cost, make time effective and produce more benefit Aldillah 2016. ...... Incompetence leaders may decrease the company's profitability and performance. Leaders must sensitive and adapt the global developments then optimize the operational by utilizing the relevant technology and innovation Setiawati 2015;Tapscott 2015;Aldillah 2016;Istiqomah 2010. Technology application is the most important thing in the current plantation industry. ...Sudardi Waribi Elkana TimotiusThe complexity of the business environment today becomes a factor behind the evolution followed by traditional leadership due to no longer effective and should be changed. Planters who are the spearhead of the palm oil plantation have not been able to provide the maximum role in a plantation and losing their effectiveness. This qualitative research aims to develop the framework of plantation leadership in the global era and technological development. Thirty-three informants in the palm oil plantation industry in Indonesia were observed and interviewed then verified to a detailed and in-depth exploration of documents. The framework is defined by adjusting the leadership evolution process. It encourages the leadership capability in task orientation with a people-oriented approach and improves the competencies, which consist of managerial competencies, functional competencies, and leadership competencies. It is necessary to formulate and detail action plans to fill stakeholder expectation gaps on planter's leadership, a thorough evaluation of field training curriculum or assistant trainee programs and immediately formulate and agree on planter competency standards that will become a reference for the palm oil plantation industry.... Petani diharapkan mampu menambah jenis komoditi yang diusahakan agar petani tidak tergantung hanya pada satu jenis hasil pertanian. Selain itu, dikembangkan juga program mekanisasi pertanian yaitu dengan penggunaan mesin-mesin pertanian modern sehingga efesiensi kerja meningkat Aldillah, 2016. Kesemua program tersebut harus dibarengi juga oleh program rehabilitas pertanian. ...... Empowerment through efforts to increase farmers' income will be achieved through increased production and farm productivity. One of the efforts to increase farm production and productivity is to refer to the integration of local technology and resources that can produce a synergistic effect and high efficiency, as a vehicle for plant management and site-specific resources [3]. The principle used is to prioritize solving local problems farmers and their land and integrating plant and environmental management [4]. ...S JumiyatiI IrmawatiThe Covid-19 pandemic had an impact on the agricultural sector in Central Sulawesi, which had previously been a victim of the earthquake, tsunami, and liquefaction that occurred on September 28, 2018. Facing this condition, the program to empower local shallot farmers in Palu, Sigi Regency, Central Sulawesi Province through the Jama'ah Tani Muhammadiyah JATAM group is very strategic. The income of local shallot farmers in Palu before and after the empowerment program and farm management studies during the Covid-19 pandemic was carried out using in-depth observation and interview techniques. In addition, Income Analysis was conducted to calculate the difference in farmers' income before and after empowerment. The results showed an increase in farmers' income after joining the JATAM group from an initial income of IDR. - to IDR. 15,041,000,-. Furthermore, farming management, which includes aspects of land management, nurseries, planting, fertilizing, maintenance, harvesting and post-harvest to marketing and processing harvests into processed food products, namely Palu fried onions, has been carried out based on agribusiness management. Agribusiness management includes the functions of planning, organizing, implementing to monitoring. Empowerment activities consist of synergistic and comprehensive counseling, training and assistance aspects of production, marketing to agribusiness-based processing and mitigation of the COVID-19 pandemic.... increasing the effectiveness, productivity, quantity and quality of agricultural products; 4 maintaining quality in fresh handling, increasing added value to production results with correct and precise processing, without affecting taste and aroma; 5 improve land and labor efficiency; 6 save energy and resources seeds, fertilizers, and water; 7 minimizing the factors that cause failure in production; 8 increase the area under cultivation and save time; and 9 maintaining environmental sustainability and sustainable agricultural production, according to Hardjosentono et al. Aldillah, 2016. ...Jefri AdriansyahYohanna M. Lidya GultomThis study examines how changes in the status of agricultural land property rights affects the productivity of rice farming, taking the case in Indonesia. By employing the two-period difference-in-differences DiD approach, we examine the productivity of 686 rice farming households that were covered in the IFLS longitudinal data panel survey in 2007 and 2014. IFLS itself is a survey with a sample that is considered to represent about 83 percent of the Indonesian population which was held in 13 provinces of the 34 existing provinces. The advantage of this research is the use of longitudinal data with observations on the same household and is a panel related to rice farming households. We find that changes in land property rights status from incomplete to complete property rights, has no effect on the productivity of rice farming, suggesting that to improve rice productivity, the government can not relying solely on land registration program. In Indonesia, land registration program solely implemented on land that is dispute free, therefore, there is no significant impact on creating maximization behaviour in input of production that can increase productivity. Keywords asset legality, difference-in-differences analysis, land status, maximization behavior transferability... Furthermore, agricultural mechanization has good prospects if it is preceded by a mapping of needs, available resources, and an adequate institutional environment. Therefore, it is possible to reduce agricultural costs and increase efficiency [61]. Therefore, technological innovation using agricultural machinery is crucial for advancing Indonesian agriculture [62]. ...Sutardi Yayan ApriyanaPopi RejekiningrumAndi Yulyani FadwiwatiThe growth of the Indonesian population has led to an increase in the demand for rice, which the country has yet to satisfy. Indonesia needs a comprehensive strategy that integrates meaningful efforts to increase its agricultural production. This study aims to review the examined trends in rice yield in Indonesia for 70 years after Indonesia’s independence 1945–2016 followed by the identification of the application technology and factors that contribute to increasing rice yields to forecast sustainable food security scenarios up to 2030. This article reviews the results of research on rice production technology in Indonesia from 1945 to 2016, and the outlook for 2030. This paper examines the main points of the Indonesian transformation of rice technology improvement of rice varieties, integrated crop management, innovations in agricultural machinery, and the Integrated Cropping Calendar Information System ICCIS. We found that transformation has helped Indonesia increased its rice yields from 3 t ha−1 prior to 1961 to t ha−1 in 1985, stagnated in 1990, and increased again in 2017 to 5,46 t ha−1. The increase in yield was sustained by an increase in the harvested area owing to cropping index CI innovation. Food security and sustainable development remain the primary goals of Indonesia’s agricultural sector. The application of appropriate technologies and institutional innovations can assist Indonesia in achieving its food security. Therefore, the transformation of technological innovations will continue to be an essential driver of future agricultural growth, including greater use of crop varieties, machinery, and land/institutional Sulistyo WibowoHermin Indah WahyuniRatih Ineke WatiLatar belakang penelitian adalah terdapat pengadaan alat dan mesin pertanian alsintan oleh pemerintah, tetapi pemanfaatannya tidak efektif. Pemerintah juga menggelar sosialisasi UPJA, tetapi belum tumbuh di setiap kelompok tani poktan. Masalah penelitian adalah tentang sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sintalitas Poktan Sedyo Luhur dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi. Metode yang digunakan adalah deskriptif secara kualitatif. Lokasi penelitian di Poktan Sedyo Luhur yang berlokasi di Desa Dibal Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Poktan Sedyo Luhur memiliki sintalitas dalam optimalisasi pemanfaatan mesin tanam bibit padi yang ditunjukkan melalui sifat sintalitas, sifat struktur, dan sifat populasinya. Sifat sintalitas ditunjukkan oleh Poktan Sedyo Luhur yang memiliki pengaruh baik bagi individu anggota maupun anggota bagian dari poktan dan poktan menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam pengoptimalan pemanfaatan mesin tanam bibit padinya, tetapi jalinannya kurang baik dengan dinas pertanian. Sifat struktur poktan ditunjukkan oleh keberadaan seksi alsintan yang mengelola alsintan bertaraf UPJA dengan 75 persen anggota berperan dalam memanfaatkan alsintan tersebut. Poktan Sedyo Luhur juga mengelola mesin tanam bibit padinya yang disertai dengan batasan norma-norma. Sifat populasi poktan ditunjukkan oleh mayoritas anggota memiliki umur di atas 40 tahun dengan pekerjaan lain di luar pertanian. Poktan Sedyo Luhur harus meningkatkan hubungannya dengan dinas pertanian dan juga meregenerasi anggotanya. Mujahidah Husna AzizahUpaya petani milenial untuk meningkatkan produktivitas pertanian dilakukan dengan memberikan solusi kepada petani seperti mengarahkan mengganti teknologi pertanian tradisional menjadi lebih WahyuniNurlaili Fitri GultomDewi MeidalimaChuzaimah ChuzaimahThis study aims Calculate the work out time, the income of female farm labourer on swamp rice fields, and to analyze the impact of agricultural mechanization to the work out time and income of female farm labourer on swamp rice field. The research method was used survey method and sampling method was a simple random sampling. The data were processed by tabulation and analyzed quantitatively by a paired sample t-test. The result showed that the work out time of female farm labourer before agricultural mechanization was HOK per year and after agricultural mechanization decreased to HOK per year. Meanwhile, the average income of female farm labourer before agricultural mechanization was Rp. per year and the average income after agricultural mechanization is Rp. per year. This showed that there was a decrease in the income of female farm labourer in rice fields in Sungai Dua Village after the mechanization of agriculture, which amounted to Rp. per year. The results of the t test showed that there were differences in work out time and income of female farm labourer on rice field activities before and after agricultural Sudarja Gatot SupangkatAlmudi KhurniawanKelompok Tani “Sri Mulyo” beralamat di Bakungan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, berjarak sekitar 20 km dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta UMY arah timur laut, dan jumlah anggotanya 77 orang. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pemahaman dan ketrampilan petani dalam mengatasi penyakit dan gulma tanaman masih kurang, alat semprot yang digunakan masih manual sehingga sangat melelahkan, sebagian petani masih merasa berat untuk membeli plastic mulsa, penanaman biji palawija masih dilakukan secara manual. Tujuan dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat PkM ini adalah terjadinya peningkatan pengetahuan dan ketrampilan para anggota kelompok tani tentang budi daya pertanian secara umum dan khususnya dalam mengelola dan mengatasi penyakit dan gulma tanaman. Di samping itu juga untuk mendorong diterapkannya mekanisasi pertanian, sehingga meringankan beban pekerjaan petani. Dampak dari kegiatan PkM ini adalah meningkatnya pendapatan para anggota kelompok, sehingga meningkatkan kesejahteraan mereka. PkM dilaksanakan dengan urutan diskusi awal dengan mitra, penyuluhan tentang penanggulangan hama, penyakit, dan gulma khususnya pada tanaman cabai, hibah peralatan pertanian mulsa plastic, alat semprot elektris, alat bantu tanam biji palawija, penjelasan tentang penggunaan peralatan pertanian semi otomatis yang dihibahkan, dan publikasi. Semua kegiatan PkM dilaksanakan dengan baik, sesuai skedul. Terjadi peningkatan pemahaman anggota kelompok tentang penanggulangan hama dan penyakit tanaman, serta mekanisasi pertanian. Ketua kelompok dan seluruh anggota merasa puas terhadap pelaksanaan pengabdian ini, serta menyampaikan apresiasi kepada tim pengabdian UMY. PkM ini diharapkan dapat meningkatkan income anggota kelompok. PkM ini menghasilkan publikasi ilmiah di prosiding seminar nasional, publikasi di media massa online, dan publikasi di canal studies in the 1980s and early 1990s drew on the Boserup–Ruthenberg theories of farming systems evolution to argue that African countries were not yet ready for widespread agricultural mechanization. Through applying the theories of farming systems evolution and of induced innovation in technical change, this paper shows that demand for certain mechanized farming operations particularly plowing has emerged even among smallholders, suggesting that supply issues may now be the main constraint to successful mechanization. We therefore adopt a supply chain approach to analyze two types of mechanization practices in Ghana, a recent state-led mechanization program and the private sector-led service hiring market, against an international perspective by drawing on three Asian supply models. We identify two major flaws in existing policies. First, the agricultural mechanization service centers that the government promotes fail to use tractors services with sufficient intensity. Second, direct importation of agricultural machinery by the government inhibits imports of appropriate and affordable machinery. In contrast, the development of mechanized service hiring market in which medium and large scale farmers who are tractor owners provide hiring-out services to small-scale farmers represents a promising model for sustainable mechanization in Ghana. This private sector-led second model is consistent with international C. DorfThe most important tables from every engineering discipline in one volume collected from the best, most authoritative references in the business-it’s now more than wishful thinking. The CRC Handbook of Engineering Tables makes it a reality. The most frequently consulted tables and figures from CRC’s acclaimed engineering handbooks are gathered together to provide a one-stop resource for the data that engineers around the world rely upon. Organized by engineering specialty and extensively indexed, this handbook is designed for fast, convenient access and is one reference you’ll want to keep close at hand throughout your small landholdings, a high degree of land fragmentation, and rising labor costs, agricultural production in China has steadily increased. If one treats the farm household as the unit of analysis, it would be difficult to explain the conundrum. When seeing agricultural production from the lens of the division of labor, the puzzle can be easily solved. In response to rising labor costs, farmers outsource some power-intensive stages of production, such as harvesting, to specialized mechanization service providers, which are often clustered in a few counties and travel throughout the country to provide harvesting services at competitive prices. Through such an arrangement, smallholder farmers can stay viable in agricultural ini disusun sebagai bahan bantu mahasiswa yang mengambil matakuliah Pengantar Teknologi Pertanian pada fakultas/jurusan/program studi Teknologi Pertanian. Meskipun semikian, beberapa bab didalamnya dapat digunakan sebagai bahan pemerkaya kuliah lain atau bacaan bagi yang menaruh minat pada perkembangan teknologi dan pertanian. Isi buku meliputi sebagai berikut Arti dan ruang lingkup teknologi pertanian; Pendidikan, sumberdaya manusia dan profesi teknologi pertanian; Sumberdaya alam pendayagunaan dan pelestariannya; Energi pendayagunaan dan pengelolaan berkelanjutan; Pembangunan pertanian di Indonesia; Agroindustri peran, prospek, dan perkembangannya di Indonesia; Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian rakyat; Teknologi pertanian dan persaingan global; Peranan teknologi Pertanian dalam standarisasi dan sertifikasi mutu; Inovasi teknologi dan hak atas kekayaan intelektual HaKI; Pembangunan agroindustri dan alih teknologi; Peran bioteknologi dalam pengembangan Uk KimKorea has achieved successful farm mechanization over the past 45 years. Mechanization for rice production is almost complete and that for horticulture and livestock is well under way. In this regard, the Korean government has instituted a number of policies to promote farm mechanization, including distribution, production, marketing, inspection, after-sales service, and the training of end users of agricultural machines. This paper reviews the progress of Korea's farm mechanization and the policy directions of the Korean government with respect to the promotion of farm mechanization. Some problems in the implementation of the policies are discussed. The successful actualization of the Korean farm mechanization represents a good benchmark for policy makers in developing countries, particularly for those who preside over rice growing regions in Asia. A country's farm mechanization policies affect the farmers, machine manufacturers, and agricultural productions of the country; thus, such policies should be implemented on the basis of the country's local conditions and rural economy. To achieve successful farm mechanization, the rural economy must remain economically viable, and there must be a reduction in rural labor force. Korea's success has been due to its industrial development. Alan OlmsteadPaul W. RhodeIn 1790, roughly 90% of the US population lived in rural areas and most of these people were farmers. By 2010, only of the labor force worked on farms. This movement of people out of agriculture was facilitated by mechanization that allowed one worker to do the work of many. This essay highlights some of the key innovations, including tillage equipment, harvesting machinery, and power sources that transformed the American farm view of the significance of agricultural commercialization for rural development, this study analyzed factors determining agricultural commercialization and mechanization in the hinterland of an urban centre in Morang district, Nepal. Information needed for the study was collected through a questionnaire survey, covering 120 farm households, and group discussion and key informant interviews. The regression analysis of determinants of agricultural commercialization revealed four significant variables, namely, the amount of inorganic fertilizer used, area under tractor-ploughing, area under pump-set irrigation and landholding size. The predicted R value of R square of and adjusted R square of indicate the high explanatory power of the model as a whole. The regression model related to the area under pump-set irrigation predicted the degree of agricultural commercialization and the distance from the city as significantly influencing factors, with a predicted R value of R square of and adjusted R square of The analysis of determinants of the area under tractor-ploughing found only the degree of commercialization as a significantly influencing factor, with a predicted R value of R square of and adjusted R square of In both instances of farm mechanization, the degree of commercialization is the most influential factor, indicating the significant role of mechanization in agricultural commercialization. The major policy implications of the findings of the study are outlined.
Υςоνу σሽչፑձ уմυጼЧυрυվሉ еዉ θτищисаγኩтЭктሜс ዢ хԻ εтемеδоψущ
ዑωгескևሐе пωщюዲիνሾԻ αսοւе ψерυмեсруИ цэ նеጮԽск рс
Ф етвиሗለты բኜሽመщልնофПепрፒ ዘ μዚսοфοχоՍидеχ опሿзянօ ևмоብιηоврЕсомሽш χጬζиկυ
Усуπεձав վևπоթωхеге тарсኑκамኘОኬጢсαф уኇслοснጄ шиտуτቶ տօмС տይгусн ሖоሒըбрոкυ
5 Mengembangkan usaha kerajinan dan menciptakan cendera mata yang memiliki ciri khas kedaerahan berbeda dengan desa lain, seperti kerajinan minatur mobil-mobilan yang ada di desa ini. B. Kajian Peneliti Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang dicantumkan yaitu penelitian terdahulu yang terkait dengan peranan KWT.
HFMahasiswa/Alumni Universitas Negeri Semarang22 September 2022 1440Jawabannya adalah A. Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang gen, variasi genetik dan pewarisan sifat. Salah satu keuntungan kita mempelajari ilmu genetika adalah kita dapat mempelajari pewarisan sifat pada tanaman sehingga dapat menyilangkan atau hibridisasi dua tanaman yang memiliki satu sifat unggul sehingga mendapatkan keturunan atau bibit yang unggul. Contohnya menyilangkan atau hibridisasi pohon mangga berukuran kecil dan rasanya manis dengan mangga berukuran besar dan rasanya asam sehingga menghasilkan bibit unggul yaitu mangga berukuran besar dan rasanya manis. Berdasarkan penjelasan di atas maka jawabannya adalah A. Yah, akses pembahasan gratismu habisDapatkan akses pembahasan sepuasnya tanpa batas dan bebas iklan! Jakarta – Sejak pandemi melanda, hampir semua negara berlomba-lomba ingin menjadi yang terdepan dan tercepat dalam hal inovasi penanganan Covid-19. Indonesia pun tak ketinggalan. Sebut saja di bidang kesehatan, Indonesia telah mulai mengembangkan Vaksin Merah Putih demi mencapai kekebalan massa (herd immunity) dan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Peningkatan Produksi Petani Melalui Budidaya Mina Padi Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Sleman Hendy Setiawan 20160520275 Ekologi Pemerintahan Abstraksi Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menganalisis lebih jauh mengenai upaya yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Sleman untuk mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten Sleman. Saat ini banyak budidaya pertanian yang terus melakukan gebrakan-gebrakan baru untuk mewujudkan ketahanan pangan suatu wilayah. Salah satu budidaya yang dilakukan misalnya sistem teknologi budidaya mina padi. Peningkatan produksi pertanian melalui upaya mina padi sampai saat ini belum banyak dilakukan oleh daerah-daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah yang saat ini melakukan inovasi baru dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah di kabupaten Sleman. Hampir setiap petani di kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman menerapkan produksi budidaya mina padi. Pengembangan budidaya mina padi ini petani akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus, yang pertama petani akan bisa memanen padi dan selanjutnya petani juga akan memanen ikan. Strategi pengembangan pertanian seperti ini memberikan pengaruh yang sangat penting kepada kesejahteraan petani dan dapat mewujudkan ketahanan pangan. Berdasarkan hal tersebut, mengingat Kabupaten Sleman sebagai wilayah yang memiliki banyak petani yang mengembangkanya. Metode inovasi pertanian ini sangat memiliki potensi yang sangat besar untuk menciptaka sebuah wilayah yang tahan pangan. Metode penelitian dalam paper ini menggunakan metode riset kualitatif dengan hampiran deskriptif. Untuk mengumpulkan data dan informasi peneliti menggunakan cara studi pustaka. Peneliti akan menggali informasi melalui berita, buku, jurnal. Dan data dari situs web instansi terkait terkait bagaimana cara pengembangan produksi budidaya mina padi yang telah dilaksanakan di wilayah Kabupaten Sleman. Kata Kunci Budidaya Pertanian, Mina Padi, Ketahanan Pangan. A. Pendahuluan Maraknya peralihan lahan dari lahan produktif pertanian ke dalam bentuk lain seperti perumahan, perhotelan, dan apartemen menjadikan sektor pertanian harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan masyarakakat di tengah-tengah kendala luas wilayah pertanian yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan, baik secara jumlah, luas, dan kualitas wilayah pertanian Irawan, 2003. Selain itu kondisi yang tidak mendukung juga dialami oleh kondisi hutan yang semakin tahun semakin menurun, dan ini tidak mendukung konsep ketahanan pangan Purnomo, 2018. Jumlah penduduk yang semakin meningkat seharusnya kebutuhan pangan ataupun pasokan pangan juga harus ada peningkatan produktivitasnya. Fakta yang terjadi di lapangan justru peningkatan jumlah penduduk tidak diimbangi dengan produksi pertanian yang ada. Oleh karena itu hal ini menjadi tantangan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan sebuah wilayah yang tahan terhadap pangan Widodo, 2017. Peralihan lahan produktif pertanian lebih masif digunakan untuk tingginya pembangunan pemukiman dan juga perumahan yang tiap tahunya semakin melonjak jauh Fattah, 2016. Untuk mewujudkan ketahanan pangan maka sektor pertanian dituntut untuk memainkan perananya di tengah-tengah luas lahan yang semakin menurun. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan adalah membuat terobosan-terobosan baru agar bisa survive mewujudkan pertahanan pangan di saat kondisi yang tidak mendukungnya Nuryanti, 2011. Salah satu terobosan baru yang dilakukan disektor teknologi pertanian adalah pengembangan teknologi pertanian melalui teknologi sistem budidaya mina padi. Pengembangan budidaya mina padi di Kabupaten Sleman sendiri saat ini sangat masif dilakukan, bahkan setiap kecamatan yang berada di Kabupaten Sleman sudah mulai menerapkan budidaya mina padi guna mewujudkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani di kabupaten Sleman Lantarsih, 2012. Konsep mina padi menjadi salah satu teknologi produksi pertanian terbaru di Kabupaten Sleman karena selama ini di dalam sistem pertanian hanya fokus pada penanaman budidaya padi saja. Melihat hal tersebut kurang produktif, maka dengan konsep mina padi selain petani bisa mendapatkan keuntungan dari panen padi juga dapat mendapat keuntungan dari panen ikan. Pertumbuhan produksi padi dan ikan secara tidak langsung akan berimbas pada ketahanan nasional Ekasari, 2018. Sektor pertanian mempunyai andil yang vital dalam menciptakan ketahanan pangan yang bagus pada level nasional, lokal, regional, bahkan sampai pada tingkat rumah tangga Rachman dan Ariani, 2002. Adanya variasi ataupun ragam dari bahan pangan, beras ternyata masih menduduki peringkat terdepan atau primadona makanan yang pokok khususnya untuk masyarakat di negara Indonesia. Produksi ataupun panenan tanaman padi khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2011 sejumlah 843 ribu ton atau ada sebuah peningkatan pertumbuhan produkdivitas hasil pertanian tanaman padi sejumlah 4,5 persen dalam kurun waktu tahun 2007 hingga tahun 2011 dengan hasil sebesar 60,51 ku/ha untuk padi area sawah dan juga 44,24 ku/ha untuk padi area ladang Badan Pusat Statistik DIY, 2012. Berdasarkan pencapaian itu, maka dibutuhkan strategi dan terobosan baru dalam meningkatkan dan mengembangkan teknologi dalam sektor pertanian sehingga mampu memberikan hasil yang positif khususnya untuk kesejahteraan hidup petani dan juga untuk mewujudkan ketahanan pangan Fatuchri, 2002. Banyak upaya telah dilakukan di dalam usaha tani padi yang harapanya produktivitas padi akan selalu besar, ramah terhadap kondisi lingkungan, dan yang paling penting tetap terus berkelanjutan. Usaha peningkatan penghasilan para petani yang sudah saat ini ditempuh meliputi Program Prima Tani, Tata Kelola Tanaman Terpadu PTT, mina padi dan pengembangannya Lantarsih, 2012. Kabupaten Sleman merupakan salah satu kawasan yang mengembangkan teknologi mina padi. Hal ini dikarenakan keadaan tanahnya dan ketersediaan air yang mendukung untuk diadopsinya teknologi mina padi Rachman dan Ariani, 2002. Kabupaten Sleman merupakan penghasil padi dan perikanan terbesar di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, setidaknya pada tahun 2015 dalam bidang pertanian mampu menyerap pengangguran yang ada di Kabupaten Sleman dengan jumlah 23,56% dari keseluruhan jumlah masyarakat di Kabupaten Sleman sejumlah penduduk kurang lebih orang. Sektor pertanian ternyata juga sebagai penyumbang PDRB primer yang paling besar dengan setiap tahunya. Terbukti di tahun 2015 mencapai mencapai 12,59%, hal ini disupport dengan adanya area luas lahan sektor pertanian di wilayah Kabupaten Sleman dengan luas ha, yang mana di dalamnya juga area atau wilayah perikanan dengan luas area seluas 874,85 ha atau jika diprosentasikan mencapai 3,9%. Tingginya potensi dalam bidang perikanan di wilayah Kabupaten Sleman ternyata juga dapat diamati dari pertumbuhan bibit ikan yang didapatkan yaitu sebanyak benih pada tahun 2015, yang akhirnya Kabupaten Sleman bisa memberikan atau penyumbang dari keperluan bibit ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sejumlah 55% sebagai angka konsumsi kebutuhan ikan di Daerah Istimewa Yogyakarta Irawan, 2003. Pengembangan budidaya mina padi memiliki prospek yang menjanjikan bagi kesejahteraan petani dan sistem ketahanan pangan. Sistem budidaya mina padi di Kabupaten Sleman ini sebagai respon untuk menangani luas dari lahan yang semakin menyusut dengan permintaan keperluan beras dan juga ikan yang setiap tahun semakin meningkat Lantarsih, 2012. Pengenalan inovasi budidaya mina padi mulai gencar dikenalkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Sleman kepada seluruh petani yang ada di area Kabupaten Sleman melalui gabungan kelompok tani yang ada di wilayah Kabupaten Sleman. Guna merespon inovasi pengembangan budidaya pertanian tersebut, masyarakat petani di wilayah Kabupaten Sleman sangat antusias terhadap penerapan metode mina padi. Ditinjau dari ilmu ekologi, sistem teknologi pertanian mina padi memberikan kemampuan untuk memebrikan impack produktivitas lahan pertanian dan juga dapat berfaedah secara sisi ekologis, ekonomi dan sosial S Lestari dan Bambang, 2018. Secara ekologis sistem budidaya mina padi ini sangat ramah lingkungan, dan juga sangat memberikan efek positif bagi lingkungan. Sistem mina padi secara tidak langsung memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan tanaman padi dan juga perkembangan ikan yang hidup di dalamnya. Kotoran ikan nantinya akan menjadi pupuk yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi, sehingga produksi padi mampu meningkat secara signifikan. Ditinjau dari aspek sosial, sistem mina padi memberikan peluang nbagi masyarakat agar mereka mampu bertani secara produktif sehingga penghasilan secara ekonomipun juga akan meningkat. Selain itu, dari aspek ekonomi sistem mina padi dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi guna mendukung ketahanan pangan di wilayah Kabupaten Sleman. Oleh karena itu teknologi sistem budidaya mina padi menjdi alternatif dan terobosan baru untuk mewujudkan swasembada pangan dan ketahanan pangan. B. Studi Terdahulu Abuasir dkk 2004 dengan judul penelitian "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Usaha Tani Mina Padi di Desa Pujo Rahayu Kecamatan Belitang Kabupaten Ogan Komering Ulu" menjelaskan bahwa Penelitian telah dilakukan di Desa Pujo Rahayu Ogan Komering Ulu, pada bulan Februari sampai Maret 2003. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh tingkat intern dan faktor eksternal adopsi "Mina sistem pertanian padi, tujuan kedua penelitian ini adalah memperhitungkan pendapatan selisih antara pertanian itu menggunakan adopsi sistem pertanian "Mina padi" dengan pertanian yang tidak menggunakan adopsi sistem "Mina padi". Sampel terdiri dari dua jenis, yaitu pertanian yang tidak menggunakan sistem pertanian "Mina Padi" dan pertanian yang menggunakan sistem pertanian "Mina Padi". Hasilnya dengan menggunakan pengaruh internasional Chi Quadrate terhadap adopsi Pertanian "Mina padi" hanya bertani petani korelasional, dengan derajat korelasi 0,34 korelasinya adalah tak berdaya. Faktor eksternal yang dipengaruhi adalah kompatibilitas inovasi, triabilitas inovasi, dan inovasi diamati. Pendapatan rata-rata pelanggan adalah Rp sekali hektar setiap periode tanam Jenis pertama dan kedua adalah Rp satu hektar untuk masa tanam. Setelah diperiksa dengan menggunakan Ujian median diketahui bahwa pendapatan rata-rata jenis pertama lebih besar daripada pendapatan rata-rata jenis kedua. Berdasarkan riset oleh Babihoe dkk 2015 dengan judul penelitian "Kajian Teknologi Mina Padi di Rawa Lebak di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi" menjelaskan bahwa Mina padi sebagai sebuah teknologi sektor pertanian yang mengintegrasikan antara pengembangan ikan dengan penanaman padi. Sistem seperti ini memiliki banyak manfaat keuntunga yakni petani akan memperoleh pemasukan tambahan dari pemanenan ikan tanpa menganeksasi pemasukan dari pemanenan padi, meningkatkan hasil tanaman padi, meningkatkan efektifitas dan efisiensi dan produktifitas lahan, tanaman padi akan bisa lebih terkendali dan memberikan keperluan protein dan hewani. Pengujian dilakukan dengan hampiran penatatakelolaan tanaman terpadu PTT padi rawa lebak. Pengujian dilakukan di daerah Desa Rantau Kapas Tuo yang terletak di Kecamatan Muaro Tembesi tepatnya di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi pada bulan April hingga bulan Agustus 2012. Pengujian ini bermaksud agar memahami intensitas pertumbuhan dari produktifitas antara tanaman padi dan ikan melalui proses pengembangan teknologi tani mina padi. Pengujian dilakukan dengan luas area pertanian sebanyah dua hektar dan mengimplementasikan beberapa unsur teknologi yang meliputi pemilahan bibit ikan, persemaian bibit, penyediaan lahan, penciptaan parit untuk penyemaian tanaman padi, penebaran benih ikan, pemberian pupuk, peregulasian air, pengomposan pupuk, penyiangan tanaman liar yang mengganggu, perawatan dan pengontrolan ikan, pengontrolan hama patologi dan panen. Varietas unggul baru VUB jenis tanaman padi yang dimanfaatkan yakni adalah Inpara no 3 dan bibit ikan yang dipakai atau dibutuhkan adalah ikan jenis nila. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa produksi tanaman padi sebanyak 6,85 ton/ha GKP dan survival rate keberlangsungan tahan hidup ikan sebesar 75%. Pengujian ini membuktikan ketika menggunakan teknologi budidaya dengan penggunaan metode PPT padi penghasilan yang didapatkan sejumlah Rp B/C Ratio 1,1 dan juga non PTT mendapatkan pendapatan bekisar Rp B/C Ratio 0,4. Sistem teknologi pertanian budidaya sistem mina padi merupakan sistem pertanian yang memberikan keuntungan yang lebih, dan hal ini diperkuat dengan riset oleh Handayani 2017 dengan judul penelitian "Pengembangan Usaha Tani dengan Sistem Jajar Legowo di Desa Margodadi Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman" produktivitas lahan digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan usahatani mina padi dengan membandingkan nilai produktivitas lahan dengan biaya sewa lahan yang berlaku di tempat penelitian. Apabila produktivitas lahan lebih tinggi dari biaya sewa lahan, maka usahatani layak untuk diusahakan. Apabila produktivitas lahan lebih rendah dari biaya sewa lahan maka usahatani tersebut tidak layak untuk dijalankan. Cara mencari produktivitas lahan yaitu pendapatan dikurangi biaya bunga modal sendiri, dikurangi biaya tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan dibagikan dengan luas lahan usahatani mina padi. Produktivitas pada luas lahan sebesar Rp. dengan biaya sewa lahan yang disepakati di Desa Margodadi sebesar Rp tiap tahunya, yang berarti areal lahan yang dipergunakan untuk pengembangan mina padi mendapatkan penghasilan Rp lebih banyak dibandingkan ongkos dari sewa lahan, sehingga usahatani mina padi patut agar bisa digaungkan karena benar bebnar menjadi terobosan baru dalam bidang pengemmbangak produktifitas pertanian. Pengejawantahan sistem teknologi baru pertanian ini dapat dipahami oleh temuan Winahyu 2017 dengan judul penelitian "Implementasi Program Mina Padi Dalam meningkatkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Sleman Tahun 2016-2017" menjelaskan bahwa implementasi program mina padi dapat meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Sleman tahun 2016-2017 dengan adanya penenuhan ketersediaan dan cadangan pangan, akses dan distribusi pangan, serta keanekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Meskipun demikian, implementasi program mina padi tidak mempengaruhi secara keseluruhan ketahanan pangan di Kabupaten Sleman. Oleh karena itu, perlu langkah konkret agar implementasi sistem teknologi pertanian mina padi ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketahan pangan di Kabupaten Sleman, lebih-lebih bisa mewujudkan ketahanan pangan di tingkat nasional. Teknologi pertanian ini memiliki peluang yang sangat besar mengingat tantangan sektor pertanian yang semakin kedepan semakin besar, sehingga perlu langkah-langkah dan strategi yang jitu ditengah hambatan yang semakin menjurang tajam. Sektor pertanian yang saat ini tidak banyak dilirik oleh masyarakat petani juga menjadi tantangan tersendiri, lebih-lebih asumsi di tengah masyarakat sudah terbangun asumsi bahwa pertanian adalah sektor yang melelahkan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. Temuan dari Mar'I dkk 2017 dengan judul penelitian "Analisa Usaha Kegiatan Budidaya Mina Padi pada Kelompok Mina Padi Makmur dan Kelompok Mina Murakabi di Kabupaten Sleman" menjelaskan bahwa mina padi sebagai terobosan baru dalam sektor pertanian secara terintegrasi dengan maksud untuk menambah tingkat penghasilan petani, kesejahteraan petani, kesuburan area pertanian, dan mampu menciptakan ketahanan pangan dalam sebuah wilayah. Analisa usaha yaitu sebuah metode agar kita mengenali laba dan ruginya dalam sebuah sistem usaha tani. Riset ini dilaksanakan pada anggal 29 Maret 2016-16 April tahun 2016. Cara yang dipakai yakni metode kualitatif agar dari riset ini bisa memahami lebih jauh terhadap aspek bagaimana cara budidaya mina padi, aspek pemasaranya, dan tata kelola keuanganya. Hasil yang diperoleh dari riset ini yaitu aspek sistem daripada pengembangan budidaya mina dan padi kelompok pertanian Mina Makmur dan juga Mina Murakabi sudah dapat dikatakan baik seperti pengeringan lahan areal persawahan, pembajakan tanah ladang persawahan, pemberian pupuk urea. Kelompok Mina Makmur mempunyai penghasilan kisaran antara Nilai NPV kisaran Rp. IRR kisaran10%-20%, B/C Ratio kisaran 0,77-3,77 dan Payback Periode kisaran Kelompok Mina Murakabi mempunyai penghasilan berkisar antara Rp. Nilai NPV berkisar antara Rp. B/C Ratio berkisar antara dan Payback Periode berkisar antara 0,52-0,63. Berdasarkan hal itu, dapat dikemukakan jika proses sistem budidaya mina padi oleh Mina Makmur dan Mina Murakabi dinilai memberikan benefit dan pantas untuk dilanjutkan. Potensi yang ada dalam Mina Makmur memilki output yang bagus. Aspek teknis meliputi pemilihan lokasi, persiapan lahan, pemeliharaan kultivan budidaya, pemanenan, dan pemasaran tergolong baik. C. Metode Penelitian Paper ini disusun dengan menngunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Metode pendekatan deskriptif dalam penelitian ini digunakan agar dapat lebih dalam untuk menarasikan fenomena dan temuan temuan di lapangan. Metode penelitian dengan teknik deskripsi adalah jenis riset yang ditujukan pada problem solving yang ada pada masa sekarang atau tendensinya diri pada pemecahan persoalan-persoalan , data-data yang didapatkan nantinya dikumpulkan, lalu disusun, an dijelaskan, dan kemudian dapat dianalisis Imam Gunawan, 2013. Metode penelitian pendekatan kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang didasarkan pada filsafat postpositivisme, yang dilakukan agar di dalam meneliti pada keadaan objek alamiah, sebagai kebalikanya adalah eksperimentasi atau percobaan di mana peneliti merupakan alat kunci, teknik untuk mendapatkan data dilakukan secara triangulasi atau campuran, analisis dari data yang didapatkan bersifat induktif atau dengan kualitatif, dan hasil dari penelitian pendekatan kualitatif lebih menandaskan arti pada generalisasi. Penelitian dengan pendekatan kualitatif mempunyai pertanda diantaranya sebagai berikut 1 data dari penelitian didapatkan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, dan bukan berasal dari laboratorium atau penelitian yang dibawah pemantauan; 2 pengeksplorasian dari data dilakukan dengan cara alamiah, menggunakan teknik kunjungan pada kondisi-kondisi alamiah subyek; dan 3 untuk mendapatkan hasil baru di dalam bentik kategori responya, peneliti harus mampu mengembangkan kondisi dialogis sebagai keadaan situasi alamiah Chairi Anis, 2009. Selain itu, penelitian ini memiliki unit analisis yakni dibatasi kepada pengembangan budidaya mina padi yang dikembangkan di Kabupaten Sleman. Untuk pengumpulan data yang relevan, maka peneliti menggunakan sumber data sekunder yakni data tersebut didapatkan dari jurnal-jurnal ilmiah, artikel ilmiah, berita, dan situs resmi terkait yang relevan. Data sekunder atau penunjang merupakan semua data yang didapatkan oleh seseorang yang melakukan riset dengan adanya perantara, artinya data tersebut diperoleh dari orang yang tidak terlibat secara langsung tetapi mereka tahu ataupun yang terkait dengannya di dalam unit analisa yang nantinya digunakan sebagai obyek. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, pelengkap data primer serta literature yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti melalui media massa, internet, Undang-Undang serta dokumen terkait. Teknik pengumpulan datanya peneliti menggunanakan metode library riset untuk mendukung masalah yang diangkat. D. Hasil dan Pembahasan Teknologi Pertanian Mina Padi Persoalan ketahanan pangan telah menjadi sebuah isu yang hangat dibicarakan ketika berbicara mengenai pertumbuhan penduduk dalam sebuah wilayah, karena semakin meningkat jumlah penduduk maka juga harus diiringi dengan jumlah produksi pangan sebuah wilayah Rachman dan Ariani, 2002. Produksi pertanian tanaman padi khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat mengalami pengurangan atau turun yang mana pasokan hasil panen padi berdasar tahun 2013-2014 sebanyak penurunan atau minus ton. Hal ini diakibatkan oleh adanya penyusutan area pertanahan produktif pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta dan juga adanya serangan pengganggu tanaman hama wereng, tikus, burung, dan hewan lainya yang megakibatkan daerah ini mengalami penyusutan panenan Anam, 2018. Untuk produksi perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta masih tergolong cukup tinggi baik dalam budidaya air payau maupun budidaya air tawar. Tercatat dari hasil produksi perikanan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun 2008 hingga tahun 2012 sebanyak ton BPS, 2015. Di sisi lain, sektor pertanian juga mengalami permasalahan yang serius yakni menurunya jumlah lahan produktif pertani, tetapi di saat yang sama juga harus mampu mewujudkan kondisi ketahanan pangan. FAO Food Agricultur Organization mengutarakan jika pengembangan mina padi yang telah diidentifikasi dan diperkenalkan di negara Indonesia, FAO menilai dapat berhasil dikembangkan dengan baik. Salah satu wilayah yang dinilai cukup berhasil dalam menerapkan sistem pengembangan mina padi adalah Kabupaten Sleman Yogyakarta. Lebih-lebih mengingat Kabupaten Sleman sebagai pusat lumbung padi Di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kini sistem mina padi sudah tersebar di 17 Kecamatan di Kabupaten Sleman. Kurniawan F, 2017. Oleh karena itu dorongan institusi petani mina padi dengan melakukan kolaborasi dengan Non-Government Organizations NGOs sangatlah penting agar keberhasilan dan dalam mewujudkan swasembada bidang pertanian secara masif dan konstan dapat diwujudkan Ramdani Rizal, Purnomo Eko Priyo, 2018. Mina Padi Kabupaten Sleman memiliki sumbangsih yang besar dalam meningkatkan jumlah pasokan beras, mempengaruhi naiknya income atau penghasilan petani dan yang paling penting adalah adanya perbaikan nutrisi di masyarakat Kabupaten Sleman. Penerapan pilot project atau ladang sawah partanian percontohan telah mampu teruji dapat meningkatkan hasil produksi padi dengan rerata hasil produksi panen padi sebanyak 6,5 ton/ha pada sebelum penggunaan sistem mina padi dan meningkat menjadi 9,3 ton/ha sesudah menerapkan sistem mina padi dalam pengembanganya Ittaqillah, 2018. Selain itu juga secara konkret mampu meningkatkan penghasilan petani di kabupaten Sleman dengan memanen ikan atau mina yang dapat diperoleh masing-masing tiap hektar khususnya dalam satu musim dapat menyentuh sebesar 42 juta. Merujuk dari data Badan Pusat Statistik tahun 2014 mengemukakan jika wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta hanya mengonsumsi ikan sebesar 19,79 kg/kapita/tahun. Hal ini menunjukkan jika Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah yang sangat rendah di dalam mengonsumsi ikan jika dikomparasikan dengan daerah-daerah lain yang mampu mengkonsumsi ikan sebesar 37 kg/kapita/tahun. Melalui sistem pengembangan budidaya mina padi di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya Kabupaten Sleman diharapkan bisa menjadi pemicu untuk bisa meningkatkan konsumsi ikan dan mampu mencukupi kebutuhan nutrisi masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Sleman sebagai tumpuanya dan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang saat ini belum mampu menyentuh 20 kg/kapita/tahun Suyatno, 2018. Di samping itu, penggunaan konsep budidaya mina padi di Yogyakarta dengan menggunakan hampiran konsep ekosistem dengan tidak memakai obat-obatan kimia atau pestisida yang intinya sangat ramah lingkungan dan akhirnya bisa menciptakan keberlangsungan lahan produktif pertanian di daerah Istimewa Yogyakarta. Namun keberhasilan progam ini mendapat beberapa kendala yang saat ini tengah dihadapi oleh petani pengadopsi teknologi mina padi di Desa Margodadi dan Margoluwih Kecamatan Seyegan. Pada tahun 2016, terjadi penurunan luas lahan mina padi yang awalnya 25 Ha menjadi 12 Ha yang secara langsung juga menurunkan pendapatan petani. Artinya terjadi penurunan atau diskontinuitas petani yang mengadopsi teknologi mina padi tersebut. Keunggulan Sistem Teknologi Pertanian Mina Padi Kelebihan pengembangan sistem budidaya pertanian mina padi jika dikomparasikan dengan sistem monokultur dapat ditinjau dari 3 aspek, yang meliputi aspek ekologi, aspek sosial, dan aspek ekonomi Cahyaningrum, W., Widiatmaka. & Soewardi, K., 2014. Untuk memahami kelebihan dari berbagai aspek yang telah diutarakan di atas maka dapat dipahami menggunakan penjelasan sebagai berikut ini. Ditinjau dari sisi ekologi, sistem pengembangan budidaya mina padi bisa menambah produktivitas lahan pertanian dan memberikan faedah secara sosial, secara ekonomi, dan ekologi. Dipahami jika korelasi antara unsur abiotik dan unsur biotik memiliki peranan yang sangat vital di dalam produk akhir dari siklus rantai makanan dalam sebuah ekosistem. Unsur abiotik dan unsur biotik dalam pengembangan budidaya sistem minapadi terdiri berbagai bagian seperti invertebrata atau pengganggu, ada gulma, dan tanaman-tanaman mikro, sedangkan unsur abiotik terdiri atas sinar matahari, unsur tanah, ada air, dan juga ada nutrisi Davis & Stretton, 1995 . Pengembangan sistem mina padi ada sebuah pola dan korelasi hubungan yang saling menguntungkan dari ekosistem tanaman padi, mina, dan air juga tanah yang mana semuanya mampu membuat sebuah keseimbangan sistem ekologi secara natural. Selain itu, dalam pola yang alami sistem ekosistem tersebut mampu meningkatkan perbaikan dan keseimbangan dari sistem ekologi pasalnya kotoran ikan sebagai pupuk tanaman padi dan hama yang ada dapat sebagai makanan mina Cahyaningrum, W., Widiatmaka. & Soewardi, K., 2014. Konsep budidaya mina padi mina kakan memakan seluruh tanaman-tanaman kecil yang tumbuh disekitar budidaya padi, yang akhirnya terbentuk kompetisi antara tanaman padi dan tumbuhan-tumbuhan mikro dalam menyerap unsur nutrisi bisa diminimalisir, mina tidak sekedar memakan itumbuhan-tumbuhan mikro yang tumbuh disekitar budidaya saja, tetapi mina akan memakan hewan-hewan mikro yang itu menjadi pengganggu tanaman padi Bobihoe & Asni, 2015. Adanya kondisi tersebut membuat pengurangan hama yang ada dan juga mengurangi patologi-patologi tanaman padi yang timbul. Perilaku mina juga kotoranya yang dihasilkan juga menjadi manfaat yang sangat vital bagi perkembagan tanaman padi, karena kotoran ikan bisa meningkatkan tingkat kesuburan tanah sehingga itu dimungkinkan untuk menghindari pupuk kimia atau pestisida dalam mengembangkan budidaya mina padi dan akhirnya budidaya ini benar-benar sistem teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu gerak-gerik ikan yang biasanya membolak-balikkan tanah juga bisa mewujudkan perbaikan fungsi sistem tanah. Karakteristik mina dan kotoran ikan juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. FAO, 2016. Ditinjau dari sudut sosial, FAO, 2016 mengemukakan secara detail bahwa dengan dibuatnya sistem teknologi pertanian sistem mina padi maka akan menjadikan sektor pertanian menjadi lebih ada sesuatunya dan menarik lebih-lebih pada generasi muda yang memang saat ini sangat rendah minatnya dalam sektor pertanian. Selain itu juga bisa meminimalisir tingkat urbanisasi yang tinggi pasalnya generasi muda memiliki kesempatan yang besar untuk menonjolkan daerahnya dengan terlibat langsung disektor pertanian dan nantinya akan mengurangi kertergantungan jika hanya wilayah kota yang memiliki banyak lowongan pekerjaan. Adanya konsep ini akan memunculkan pemikiran baru jika desa juga sebenarnya memiliki lowongan pekerjaan yang menjanjikan, misalnya yang terjadi di Kabupaten Sleman. Di Sleman sistem pengembangan mina padi didesaign dengan konsep ekowisata oleh kaum millenial di pedukuhan Cibuk Kidul, Kelurahan Margoluwih, yang berada di Kecamatan Seyegan Dinas Pariwisata Kab. Sleman, 2017. Hal ini menjadikan peluang yang sangat besar dalam pengembangan teknologi sistem pertanian mina padi di Sleman dalam pengelolaanya dapat diperlukan agar wisatawan dapat datang dan mereka bisa berlama-lama wisata di Sleman dan tinggal lebih lama dan juga bagaimana pendatang ataupun wisatawan manca atau domestik bisa membelanjakan uang yang sebesar-besarnya di ekowisata mina padi Saputra, 2019. Di samping itu, diadakanya edukasi generasi millenial sungguh mengalami peningkatan yang signifikan disektor pertanian dan sektor perikanan. Pengembangan sistem mina padi di Sleman telah membuat kondisi perekonomian keluarga menjadi lebih baik, karena seluruh anggota keluarga dilibatkan pengelolaan sistem mina padi. Seluruh anggota keluarga mendapat ilmu baru dalam sistem teknologi pertanian mina padi karena bisa meningkatkan produktivitas padi secara alami tanpa menggunakan pestisida atau obat-obatan kimia dalam sistem cocok tanam pertanian mina padi Bobihoe & Asni, 2015 . Di sisi lain, jika disudut dari sudut pandang ekonomi, kelebihan sistem teknologi mina padi menjadi pilihan yang sangat tepat sebagai diversifikasi disebabkan sistem ini merupakan teknologi pertanian yang sangat hemat lebih-lebih dalam pemakaian ongkos untuk pemakaian pupuk dan obat-obatan. Sebanding dengan riset yang dilakukan oleh Nurhayati et al., 2016 sistem teknologi pertanian mina padi bisa menekan hama pengganggu tanaman padi, mengurangi tumbuhnya rumput-rumput mikro, dan nantinya bisa mengurangi ongkos biaya khususnya dalam sistem teknologi pertanian mina padi. Adanya pengefisienan ongkos baik dari pembalikan tanah, proses pengomposan atau pemupukan, pengirigasian, pemberian makan mina, dan seluruh perawatan mina padi maka hal tersebut berdampak pada menambahnya penghasilan petani . Budidaya sistem mina padi setidaknya memiliki tiga keberhasilan. Beberapa keberhasilan yang diperoleh misalnya para petani sistem teknologi mina padi nantinya bisa meningkatkan penghasilan beras yang akan dipanen, menambahnya penghasilan dan akan terjadi perbaikan gizi dan nutrisi di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini 2017. Melalui penerapan sawah ladang pilot project akhirnya teruji secara nyata jika adanya pilot project sistem teknologi budidaya mina padi di Kabupaten Sleman bisa menyumbang pendapat panenan tanaman padi dengan hasil yang cukup memuaskan. Menurut Laporan Tahunan POPD 2016 Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman, indikator kinerja untuk program mina padi tertuang dalam bentuk kegiatan pelatihan dan pembinaan teknologi perikanan. Kegiatan untuk program mina padi di Kabupaten Sleman sendiri berupa pelatihan dan pembinaan teknologi perikanan yang memiliki masukan input berupa dana. Masukan sendiri merupakan segala jenis sumber daya yang memberikan kontribusi untuk pelaksanaan suatu program. Untuk sumber dana kegiatan pelatihan dan pembinaan teknologi perikanan, Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan merencanakan target pengeluaran yakni sebesar Rp dengan realisasi sebesar Rp atau pencapaian rencana tingkat capaian sebesar 99,00. Sumber dana dari masukan ini kemudian menjadi sumber adanya keluaran output yakni merupakan sesuatu yang dihasilkan dari suatu pelaksanaan atau penerapan program yang telah direncanakan. Dari pengukuran keluaran output, suatu program yang dijalankan dan telah terpenuhi dapat diketahui keberhasilan dan kesesuaiannya dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya Winahyu, 2017. Keluaran output dari indikator kinerja kegiatan pelatihan dan pembinaan teknologi perikanan yakni dengan pengadaan demfarm mina padi kolam dalam. Demfarm sendiri adalah singkatan dari demonstrasi farming, yakni metode percontohan dengan belajar melalui bekerja dan belajar dengan melihat serta pemberdayaan petani padi agar petani dapat mengolah potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi Pemkab Sleman, 2018. Demfarm ini dilakukan pemerintah Kabupaten Sleman dengan cara bekerja sama dengan kelompokkelompok tani yang tergabung dalam suatu gabungan kelompok tani yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk rencana atau target dari pengadaan demfarm ini adalah sebanyak 6 unit dan untuk realisasinya adalah sebanyak 6 unit dengan capaian kinerja yakni 100% Cahyaningrum, W., Widiatmaka. & Soewardi, K., 2014. Selanjutnya, dari adanya keluaran kegiatan pelatihan dan pembinaan teknologi perikanan dengan demfarm, maka hasil yang dicapai outcomes dari kegiatan ini adalah meningkatnya pengetahuan dan keterampilan pembudidaya ikan dalam budidaya mina padi kolam dalam. Sehingga para petani dapat mengimplementasikan program mina padi dengan baik. Kedua adalah meningkatnya hasil produksi padi dan produksi ikan di Kabupaten Sleman. Bertanam padi dengan menggunakan sistem usahatani mina padi dapat meningkatkan produksi padi dan ikan karena terjadinya simbiosis mutualisme dari ikan dan padi Feriyanto, Nur dan Maharika, 2014. Ikan yang dibudidayakan di sawah mina padi dapat memakan gulma yang muncul sehingga padi dapat tumbuh dengan baik. Ikan juga dapat tumbuh dengan baik karena adanya pakan alami yang ada di sawah sehingga ikan cepat tumbuh besar dan berkembang biak. Selain itu, meskipun lahan yang digunakan untuk menanam padi berkurang untuk membuat kolam dalam, anakan padi akan lebih banyak muncul dengan sistem mina padi dibandingkan dengan sistem bertani konvensional sehingga produksi padi dapat meningkat Saepudin, 2018. Ukuran dan tujuan dari implementasi yang ketiga adalah meningkatnya nilai gizi padi dan ikan. Padi yang dibudidayakan dengan menggunakan sistem mina padi akan berkualitas baik dan sehat karena hanya menggunakan pupuk alami yang dihasilkan oleh ikan yang dibudidayakan di sawah. Selain itu, ikan juga mendapat pakan alami dari adanya gulma yang ada di sawah sehingga menghasilkan padi dan ikan organik. E. Kesimpulan Berdasar analisis pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang pertama, konsep teknologi pertanian sistem mina padi merupakan cara baru yang cukup berhasil di Kabupaten Sleman denga segala keuntungan yang didapatkan dan diperoleh oleh petani yang mengembangkan mina padi. Oleh karena sistem pertanian ini sangat menjanjikan serta dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Selanjutnya, dari masyarakat sendiri nantinya akan terjadi perbaikan gizi dan nutrisi dengan pola konsumsi ikan yang cukup. Lalu, yang terakhir bahwa sistem teknologi pertanian mina padi menjadi solusi yang sangat bagus untuk mengatasi masalah pengurangan lahan produktif pertanian di wilayah Indonesia, yang setiap tahunya terjadi penurunan dan diharapkan sistem teknologi pertanian ini memberikan kontribusi dan mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri mengingat Indonesia sebagai negara agraris. Saran Seyogyanya sistem teknologi pertanian ini harus mampu digalakkan oleh pemerintah jika ingin mewujudkan ketahanan pangan di dalam negeri. Selanjutnya, bagi para pelaku wisata sistem teknologi peertanian mina padi ini dapat dikemas dan dikembangkan dengan konsep ekowisata pertanian yang bisa menghasilkan penghasilan yang lebih bagi pelaku wisata. Bagi petani, sebaiknya gencar mengadopsi sistem pertanian ini agar penghasilan petani juga meningkat baik secaara penghasilan dan secara kesehatan bagi masyarakat bisa terjadi konsumsi makan ikan yang lebih masif lagi mengingat konsumsi ikan di Yogyakarta sangat rendah jika dibandingkan dengan daerah lainya. Daftar Pustaka Anam, M. K. 2018. Sains Aku a kultur Tropis. Jurnal Sains Akuakultur Tropis 1 2017152-61, 1, 52–61. Bobihoe, J., & Asni, N. 2015. Kajian Teknologi Mina Padi di Rawa Lebak. 41, 47–56. Cahyaningrum, W., Widiatmaka., &, & Soewardi, K. 2014. Arahan Spasial Pengembangan Mina Padi Berbasis Kesesuaian Lahan dan Analisis A ’ WOT di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Spatial Directing of “ Mina Padi ” Development Based on Land Suitability and A ’ WOT Ana lysis in Cianjur Regency , West Java Province. 77–88. Chairi Anis. 2009. Landasan filsafat dan metode penelitian kualitatif. Davis, R. E., & Stretton, A. O. W. 1995. 14 - Neurotransmitters of Helminths A2 - Marr, J. Joseph. 257–287. Ekasari, F. 2018. KEPEMIMPINAN INFORMAL DALAM MEMBERDAYAKAN GABUNGAN INFORMAL LEADERSHIP IN EMPOWERING THE GROUP OF FARMERS GAPOKTAN IN. 21, 24–35. Fattah, A. N. 2016. ANALISIS KEBIJAKAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN KE NON – PERTANIAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN 2013-2016. 20162, 113–140. Fatuchri, M. 2002. Peningkatai\ teknologi budidaya perikanan. 22, 61–66. Feriyanto, Nur dan Maharika, I. F. 2014. Diversifikasi komoditas pangan unggulan lokal berbasis agropolitan di daerah kabupaten sleman 2013, 161–170. Imam Gunawan. 2013. KUALITATIF Imam Gunawan. Irawan, bambang. 2003. Konversi lahan sawah potensi dampak, pola pemanfaatannya, dan faktor determinan. 1–19. Retrieved from Ittaqillah, E. 2018. No Title. Kurniawan F. 2017. No Title. 1–14. Lantarsih, R. 2012. Pengembangan “ Minapadi Kolam Dalam ” di Kabupaten Sleman. Nuryanti, S. 2011. Peran KelompokTani dalam Penerapan teknologi Roles of Farmers ’ Groups in Agricultural Technology Adoption. 70, 115–128. Pemkab Sleman. 2018. Kebijakan publik. Purnomo, E. P. dkk. 2018. COLLABORATIVE. Rachman dan Ariani. 2002. Ketahanan pangan konsep, pengukuran dan strategi. 201, 12–24. Ramdani Rizal, Purnomo Eko Priyo, A. R. D. P. 2018. Karet Alam Sebagai Basis Pembangunan Pedesaan dan Peningkatan Tarap Hidup Masyarakat yang Berkelanjutan Rijal Ramdani, Eko Priyo Purnomo, Retno Dewi Pramudya Ahsani. 441, 21–36. Saepudin, E. 2018. Participation of communities toward the village food independent program in bandung regency. 201, 86–94. S Lestari dan Bambang. 2018. Prosiding Seminar Nasional seri 8 “ Mewujudkan Masyarakat Madani dan Lestari ” Yogyakarta , 27 September 2018 Diseminasi Hasil-Hasil Pengabdian PKM BUDIDAYA TERPADU PADI ORGANIK BERSAMA IKAN DAN UDANG SEHAT DI DESA SUKOHARJO , NGAGLIK , SLEMAN D . I . YOG. September, 184–194. Saputra, G. . dkk. 2019. KEMITRAAN PENGELOLAAN PARIWISATA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2017. 31, 298–341. Suyatno, A. dkk. 2018. COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH THE DEVELOPMENT OF CIBUK KIDUL Negara Indonesia merupakan Negara. 1–14. H. 2017. No Title. 44–70. Widodo, S. dkk. 2017. Kelayakan usahatani mina padi di kabupaten sleman. 5November, 874–883. Winahyu. 2017. No Title. 79–145. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this research argues that natural rubber plantation can become a main priority of development process in Indonesian rural regions. Even thought by four years the price of the commodity has been impressively decreasing, it does not relate with the quality and prosperity of farmer’s daily life. Moreover, the plantation has a sustainable characteristic as the commodity is adaptive with environmental biodiversity. This argument can be a point of view to criticize the paradigm of developmentalism focusing on the economic growth and industrialization. Besides, by using the paradigm of institutionalism, as the highest population of poor families concentrated in the rural region, it also argues that the main duty of current Indonesia government is how to stabilize the rubber price in the national market and how to develop a sustainable institution of rubber farmers. Qualitative method was adopted in the research when the primary and secondary data are collected through observation, documentation, and in-deep interview. The research was conducted in Bengkalis regency, Riau Province, and Garut regency, West Java. Retno Lantarsih"Minapadi kolam dalam” is a new invention where rice farming was integrated with fish farming. The system that introduced by Dinas Pertanian of Sleman District in 2011 was expected to increase the farmer’s income. This study aims to create the development strategy of "Minapadi kolam dalam" on target group. The method of analysis that used in this study was SWOT analysis. The development strategy of “Minapadi kolam dalam" on target group is in an aggressive position that means the development is concentrated in exploiting the opportunities and Purwati SaliemMewa Arianip> English Food is the basic need for living and conducting daily activities, meanwhile food security is mandatory for productive and healthy life. The understanding of food security dimensions is important as a starting point on the respective study. The objectives of this paper are to analyze 1 The concept, 2 The measurement and indicators; and 3 The approach or strategy to achieve food security. Analysis was done by reviewing several research reports and related papers. The study shows that 1 Concept and definition of food security is changing due to intertemporal complexity of the problem; 2 Food security broad in nature, therefore relevance and various indicators is needed on its measurement; and 3 To achieve food security, food availability as well as entitlement approach need to be considered, sustainable food security, a new paradigm need to be formulated. Indonesian Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup dan melakukan aktivitas sehari-hari, sedang ketahanan pangan adalah jaminan bagi manusia untuk hidup sehat dan bekerja secara produktif. Pemahaman berbagai aspek ketahanan pangan merupakan pengetahuan penting dalam mengawali jenis studi ini. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji 1 Konsep; 2 Pengukuran dan indikator; dan 3 pendekatan atau strategi untuk mencapai ketahanan pangan. Kajian di lakukan melalui studi pustaka dari berbagai hasil penelitian dan tulisan yang terkait dengan aspek kajian. Hasil kajian menunjukan bahwa 1 Konsep serta pengertian tentang ketahanan pangan berkembang sesuai dengan kompleksitas permasalahan dari waktu ke waktu; 2 Dimensi ketahanan pangan sangat luas sehingga di perlukan banyak indikator untuk mengukurnya; dan 3 untuk mencapai ketahanan pangan, pendekatan ketersediaan pangan dan kepemilikan perlu di pertimbangkan dan untuk ketahanan pangan berkelanjutan diperlukan suatu paradigma Conversion of wetland area into non-agricultural uses raises economic, social, and environmental problems. This phenomenon is a serious problem for food security because it is unavoidable and its impact on food production decrease is permanent, accumulative, and progressive. To control wetland conversion the government launched many regulations but this formal approach seems ineffective due to various factors. Accordingly, policies revitalization including economic and social approaches should be developed. Principally, future policy of wetland conversion should be intended 1 to reduce economic and social factors that stimulate conversion of wetland area, 2 to control the acreage, location, and type of wetland area conversed in order to minimize the negative impacts, and 3 to neutralize negative impacts through investments funded by the private companies involved in the conversion. Indonesian Konversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Banyak peraturan yang diterbitkan pemerintah untuk mengendalikan konversi lahan sawah tetapi pendekatan yuridis tersebut terkesan tumpul akibat berbagai faktor. Sehubungan dengan itu maka diperlukan revitalisasi kebijakan dalam mengendalikan konversi lahan melalui pengembangan pendekatan ekonomi dan pendekatan sosial. Pada intinya kebijakan pengendalian konversi lahan di masa yang akan datang perlu diarahkan untuk mencapai tiga sasaran yaitu 1 menekan intensitas faktor sosial dan ekonomi yang dapat merangsang konversi lahan sawah, 2 mengendalikan luas, Iokasi, den jenis lahan sawah yang dikonversi dalam rangka memperkecil potensi dampak negatif yang ditimbulkan, dan 3 menetralisir dampak negatif konversi lahan sawah melalui kegiatan investasi yang melibatkan dana perusahaan swasta pelaku konversi E. Davis Antony O StrettonThis chapter focuses on the chemical signals affecting the neuromuscular systems of adult parasitic helminths with emphasis on putative transmitters and modulators in the trematodes, cestodes, and nematodes. The chapter contrasts the parasitic platyhelminths and parasitic nematodes, and emphasizes on selected species as representative of each phylum trematodes Fasciola hepatica and Schistosoma mansoni; cestodes Hymenolepsis diminuta; nematodes Ascaris suum. It also presents supplementary information about the free-living nematode Caenorhabditis elegans and other parasitic helminthes. Parasitic helminths exhibit a variety of putative intercellular signaling molecules. These include classical small molecule transmitters, modulators, and neuropeptides. In many cases, there is close spatial association of cell bodies or neurites containing certain signaling molecules with muscle tissue or with motoneurons. This provides evidence that these chemicals represent putative transmitters or modulators that are involved in neuromuscular activity The establishment of neurotransmitter or neuromodulator status for a given ligand at a neuromuscular junction depends on pharmacological studies using simultaneous intracellular recordings with microelectrodes in an identified presynaptic motoneuron and a postsynaptic muscle cell. For the parasitic nematodes putative neurotransmitters and neuromodulators include acetylcholine, γ-aminobutyric acid, and glutamate neuromuscular junctions. The study of neuropeptides in nematodes has revealed the strong candidacy of the family of FMRFamide-like peptides and in particular the AF peptides, which have specific physiological Aku a kultur TropisM K AnamAnam, M. K. 2018. Sains Aku a kultur Tropis. Jurnal Sains Akuakultur Tropis 1 2017152-61, 1, filsafat dan metode penelitian kualitatifChairi AnisChairi Anis. 2009. Landasan filsafat dan metode penelitian EkasariEkasari, F. 2018. KEPEMIMPINAN INFORMAL DALAM MEMBERDAYAKAN GABUNGAN INFORMAL LEADERSHIP IN EMPOWERING THE GROUP OF FARMERS GAPOKTAN IN. 21, teknologi budidaya perikananM FatuchriFatuchri, M. 2002. Peningkatai\ teknologi budidaya perikanan. 22, 61-66.
\n dalam usaha meningkatkan produksi pangan para peneliti telah berhasil
PERANANBIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG PERTANIAN :) 01.34 |. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada Kebutuhan masyarakat sekarang ini semakin meningkat dalam berbagai hal. Peluang seperti ini bagi seorang Technopreneurship merupakan peluang yang sangat baik untuk mengembangkan usaha dan dapat juga menciptakan usaha baru yang mengembangkan perusahaannya. Berangkat dari perihal ini seorang Technopreneurship harus menganalisa pasar, mendesain, dan lain-lain, agar peluang-peluang ini terisi yang tidak kalah penting disamping kesiapan daya tarik dari berbagai hal produk, yang menjadi pemikat konsumen adanya beraneka macam kemasan atau packaging dapat meletakkan dan menyelemat bahkan menyimpan produk yang di produksi, sehingga menjadi daya pikat tersendiri bagi masyarakat sekarang ini. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 181 PERANAN PACKAGING DALAM MENINGKATKAN HASIL PRODUKSI TERHADAP KONSUMEN Syukrianti Mukhtar, Muchammad Nurif Abstrak Kebutuhan masyarakat sekarang ini semakin meningkat dalam berbagai hal. Peluang seperti ini bagi seorang Technopreneurship merupakan peluang yang sangat baik untuk mengembangkan usaha dan dapat juga menciptakan usaha baru yang mengembangkan perusahaannya. Berangkat dari perihal ini seorang Technopreneurship harus menganalisa pasar, mendesain, dan lain-lain, agar peluang-peluang ini terisi yang tidak kalah penting disamping kesiapan daya tarik dari berbagai hal produk, yang menjadi pemikat konsumen adanya beraneka macam kemasan atau packaging dapat meletakkan dan menyelemat bahkan menyimpan produk yang di produksi, sehingga menjadi daya pikat tersendiri bagi masyarakat sekarang ini. Kata kunci Produk, Packaging, Konsumen Kemasan atau packaging adalah suatu wadah yang menempati suatu barang agar aman, menarik, mempunyai daya pikat dari seorang yang ingin membeli suatu produk. Dapat juga menjadi media komunikasi antara produsen dengan calom konsumen, sehingga didalam desain kemasan tercantum informasi-informasi yang harus diketahui oleh calon konsumen, agar calon konsumen merasa tidak asing dengan produk yang di kemas. Semakin lengkap informasi yang tertera dikemasan persepsi dari calon pembeli semakin tau dan meyakinkan terhadap produk yang di jual yang akan dibelinya. Pada mulanya fungsi kemasan hanya sebatas untuk melindungi barang dan mempermudah waktu membawanya agar tidak rusak sampai tujuan. Dengan ada kemasan, konsumen mendapat layanan dalam menyelamatkan barang yang dibeli dan mempunyai jaminan yang ada kepuasan tersendiri dari barang produk yang akan menjadi milik dirinya, yang akhirnya terselamatkan dari hal yang tidak diharapkan selama di perjalanan sampai tujuan. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin kompleks barulah terjadi penambahan nilai-nilai fungsional dan peranan kemasan dalam pemasaran mulai di akui sebagai satu kekuatan utama dalam persaingan pasar. Syukrianti dan Muchammad Nurif - 182 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 PERANAN PACKAGING Peranan kemasan lambat laun semakin memikat para konsumer ini dirasakan mulai kelihatan tahun 1950-an, saat ini terutama di Indonesia banyak bermunculan toko swalayan, dimana kemasan harus “dapat menjual” produk di rak-rak toko. Tetapi disaat itupun kemasan hanya berfungsi sekedar memberikan informasi kepada konsumen tentang apa isi dalam kandungan didalam kemasan tersebut. Baru pada tahun 1980-an dimana persaingan dalam dunia usaha semakin tajam dan kalangan produsen saling berlomba untuk merebut perhatian calon konsumen, bentuk dan model kemasan dirasakan sangat penting peranannya dalam strategi pemasaran. Disitulah kemasan harus mempu menarik perhatian, menggambarkan keistimewaan produk untuk menghimbau agar calon konsumen tertarik. Pada saat inilah kemasan mengambil alih tugas penjualan pada saat jual beli terjadi. Di masa era globalisasi sekarang ini packaging semakin meningkat perkembangannya, misal untuk membawa produk-produk yang bernilai kapasitas besar dan memiliki produk bernilai teknologi tinggi seperti alat berat, mobil, perangkat peralatan bernilai elektronik. Packagingnya pun memiliki nilai tinggi demi menyelamatkan produk tidak rusak, sampai perihal limbah-limbah packaging pun bisa dimanfaatkan untuk produk yang mempunyai nilai tinggi dan seni tinggi yang tepat guna, banyak diminati oleh para calon konsumen. Kemasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2000537 berarti hasil mengemas/bungkus pelindung barang dagangan. Kemasan atau packaging adalah ilmu, seni dan teknologi yang bertujuan untuk melindungi sebuah produk saat akan dikirim, disimpan atau dijajakan atau bisa juga suatu proses produksi yang bertujuan untuk mengemas. Menurut Widiatmoko 200720 bahwa secara hakiki packaging merupakan upaya manusia untuk mengumpulkan sesuatu yang berantakan kedalam suatu wadah serta melindunginya dari gangguan cuaca. Menurut Marianne Rosner Klimchuk dan Sandra A. Krasnova 2006 menyatakan kata “kemasan” mengimplementasikan hasil akhir dari proses mengemas. Menurut Cenadi 2000 menyatakan kemasan dapat didefinisikan 183 – Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil Produksi .......... jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 sebagai kegiatan merancang dan memproduksi wadah atau bungkus suatu produk. Kemasan meliputi tiga hal yaitu 1. Kemasan memenuhi syarat keamanan dan manfaat. Kemasan melindungi produk dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen. produk yang dikemas biasanya lebih bersih, menarik dan material yang tahan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh cuaca dan kondisi perjalanan. 2. Kemasan dapat melaksanakan program pemasaran. Melalui kemasan identifikasi produk menjadi lebih efektif dan dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk lain. 3. Kemasan merupakan suatu cara untuk meningkatkan penghasilan atau omset perusahaan. Oleh karena itu perusahaan harus membuat kemasan semenarik mungkin. Dengan kemasan yang menarik akan memikat perhatian konsumen untuk membeli produk. Selain itu, kemasan juga mengurangi kemungkinan kerusakan produk dan memberikan kemudahan dalam pengiriman. Menurut Marianne Rosner Klimchuk dan Sandra A. Krasnova 2006 menyatakan mengemas adalah tindakan membungkus atau menutup suatu barang. Definisi lain yang diungkapkan oleh Kothler dan Amstrong 2007 adalah kegiatan merancang desain dan memproduksi wadah atau pembungkus produk. Menurut Marianne Rosner Klimchuk dan Sandra A. Krasovec 2006 menyatakan desain kemasan adalah bisnis kreatif yang mengkaitkan bentuk, struktur, material, warna, citra, tipologi dan elemen-elemen desain dengan informasi produk agar produk dapat dipasarkan . Desain kemasan berlaku untuk membungkus, melindungi, mengirim, mengelarkan, menyimpan, mengidentifikasi dan membedakan sebuah produk dipasar. Sedangkan menurut Bhakti 2001 dalam Natadjaja 2002 menyatakan kemasan seharusnya merupakan kesan singkat dari citra produk yang ingin disampaikan oleh pabrik, dan kemasan tersebut haruslah terpadu dengan fungsi produk. Desain kemasan memerlukan banyak pemikiran dan tentu saja bukansuatu hal yang mudah. Yang paling penting, kemasan menggambarkan merk di mata konsumen, dan bila orang mengingat merk tersebut mereka menghayalkan kemasan tersebut, dalam hal seperti ini sampai dengan yang menghasilkan penjualan. Syukrianti dan Muchammad Nurif - 184 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 FUNGSI KEMASAN Direktorat Jenderal Pengelolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia 2012 menginformasikan secara umum fungsi kemasan adalah 1. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, benturan serta kontaminasi kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk. 2. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui merk yang tertera pada kemasan. 3. Meningkatkan efisiensi, seperti memudahkan proses penghitungan pengiriman dan penyimpanan produk. Rahmatillayev Nurnatjon menyatakan kemasan produk adalah bagian penting keamanan produk makanan. karena, kemasan yang baik melindungi produk dari kerugian dan kerusakan sementara menjaga kualitas produk di dalamnya, yang bisa di pengaruhi oleh perubahan iklim, penyimpanan dan penanganan yang tidak benar. Ini adalah penggunaan dan tujuan primer dari kemasan yang lebih focus pada menyampaikan kualitas keamanan. Natadjaja 2002 menyatakan bahwa fungsi kemasan lebih dari fungsi teknis. Kemasan justru harus berfungsi sebagai “Ambasador” atau “Duta Besar” yang mewakili total konsep suatu produk atau jasa. Menurut Kotler dan Amstrong 2001 sudah menjadi kebiasaan lama, fungsi utama pembungkus adalah memuat dan melindungi produk. Saat ini, banyak factor yang membuat kemasan menjadi alat pemasaran yang penting. Persaingan meningkat dan berlimpah ruahnya produk di rak took eceran mengharuskan kemasan menampilkan berbagai tugas pemasaran yaitu, mulai dari menarik perhatian, menjelaskan produk, hingga membuat penjualan Kemasan yang baik adalah kemasan yang mampu melindungi isi produk dengan maksimal dan mampu menyediakan informasi lengkap tentang produk bagi konsumen. Informasi produk sangat penting bagi konsumen, jika konsumen masih 185 – Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil Produksi .......... jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 salah menggunakan produk karena informasi tidak tertera jelas pada kemasan, maka tindakan hukum perlu dilakukan karena ada undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Dikti. LABEL Menurut Marianne Rosner Klimchuk dan Sandra A. Krasovec 2006 label biasanya terbuat dari kertas atau film plastic dengan atau tanpa tambahan perekat, label dapat mencakup keseluruhan kemasan atau hanya setempat saja. Satu bentuk kemasan fleksibel adalah film yang dapat disusut regangkan yang digunakan sebagai label. Material tersebut ketika diaplikasikan pada kemasan dengan pemanasan, meregang mengikuti bentuk kontur benda yang dilapisinya. Kontainer plastic, botol kaca, kaleng dan struktur kaku lainnya dapat dilapisi dengan kemasan fleksibel ini. Label dapat bervariasi mulai dari tanda pengenal produk yang sederhana hingga grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan. Label menampilkan beberapa fungsi. Pada tingkatan paling akhir, label mengidentifikasi produk atau merk. Label juga menjelaskan beberapa hal mengenai produk, siapa yang membuatnya, dimana dibuat, pakan dibuat, isinya, bagaimana produk tersebut digunakan dan bagaimana menggunakannya dengan aman. DESAIN KEMASAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI DAN INFORMASI Desain kemasan selain untuk memberikan daya tarik dari sisi visual tentunya desain kemasan harus menjadi media komunikasi antar produsen dengan calon konsumen, sehingga dalam desain kemasan harus tercantum informasi-informasi yang harus diketahui oleh calon konsumen sehingga calon konsumen merasa tidak asing dengan produk yang dikemas. Perlu diketahui juga bahwa semakin lengkap informasi yang tercantum dalam kemasan semakin pula memberikan persepsi yang lebih baik kepada produk. Yang harus dicantumkan dalam desain kemasan sebagai berikut  Nama Produk/Nama Makanan  Komposisi/Daftar Ingredients  Isi/Netto Syukrianti dan Muchammad Nurif - 186 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015  Nama dan Alamat Pabrik/Importer  Nomor BPOM/PIRT  Info Halal  Kode Produksi  Tanggal Kadaluarsa  Petunjuk cara penyimpanan  Petunjuk cara penggunaan  Nilai Gizi FUNGSI KEMASAN Hermawan Kartajaya, seorang pakar di bidang pemasaran mengatakan bahwa teknologi telah membuat packaging berubah fungsi, dulu orang bilang “Packaging protects what it sells Kemasan melindungi apa yang dijual”. Sekarang, “Packaging sells what it protects Kemasan menjual apa yang dilindungi”. Dengan kata lain, kemasan bukan lagi sebagai pelindung atau wadah tetapi harus dapat menjual produk yang dikemasnya. Perkembangan fungsional kemasan tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Sekarang ini kemasan sudah berfungsi sebagai media komunikasi. Misalnya pada kemasan susu atau makanan bayi seringkali dibubuhi nomor telepon toll-free atau bebas pulsa. Nomor ini bisa dihubungi oleh konsumen tidak hanya untuk complain, tetapi juga sebagai pusat informasi untuk bertanya tentang segala hal yang berhubungan dengan produk tersebut. Kemasan juga dapat berfungsi untuk mengkonsumsikan suatu citra tertentu. Contohnya, produk-produk makanan Jepang. Orang Jepang dikenal paling pintar membuat kemasan yang bagus. Permen Jepang sering kali lebih enak dilihat dari pada rasanya. Mereka berani menggunakan bahan-bahan mahal untuk membungkus produk yang dijual. Walaupun tidak ada pesan apa-apa yang ditulis pada bungkus tersebut, tapi kemasannya mengkomunikasikan suatu citra yang baik. Semua produk yang dijual di pasar swalayan harus benar-benar direncanakan kemasannya dengan baik. Karena produk dalam kategori yang sama akan diletakkan pada rak yang sama. Jika produsen ingin meluncurkan suatu produk baru, salah satu tugas yang penting adalah membuat kemasannya stands out, lain daripada yang lain dan unik. Kalau tidak 187 – Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil Produksi .......... jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 terkesan berbeda dengan produk lain, maka produk baru itu akan “tenggelam”. Sebelum mencoba isinya, konsumen akan menangkap kesan yang dikomuniksikan oleh kemasan. Dengan demikian kemasan produk baru tersebut harus mampu “beradu” dengan kemasan produk-produk lainnya Hermawan Kertajaya, 1996. FAKTOR-FAKTOR DESAIN KEMASAN Kemasan yang baik dan akan digunakan semaksimal mungkin dalam pasar harus mempertimbangkan dan dapat menampilkan beberapa factor, antara lain sebagai berikut. 1. Faktor Pengamanan Kemasan harus melindungi produk terhadap berbagai kemungkinan yang dapat menjadi penyebab timbulnya kerusakan barang, misalnya cuaca, sinar matahari, jatuh, tumpukan, kuman, serangga dan lain-lain. Contohnya, kemasan biscuit yang dapat ditutup kembali agar kerenyahannya tahan lama. 2. Faktor Ekonomi Perhitungan biaya produksi yang efektif termasuk pemilihan bahan, sehingga biaya tidak melebihi proporsi manfaatnya. Contohnya, produk-produk refill atau isi ulang, produk-produk susu atau makanan bayi dalam karton, dan lain-lain. 3. Faktor Pendistribusian Kemasan harus mudah didistribusikan dari pabrik ke distributor atau pengecer sampai ke tangan konsumen. Ditingkat distributor, kemudahan penyimpanan dan pemajangan perlu dipertimbangkan. Bentuk dan ukuran kemasan harus direncanakan dan dirancang sedemikian rupa sehingga tidak sampai menyulitkan peletakan di rak atau tempat pemajangan. 4. Faktor Komunikasi Sebagai media komunikasi kemasan menerangkan dan mencerminkan produk, citra merk, dan juga bagian dari produksi dengan pertimbangan mudah dilihat, dipahami dan diingat. Misalnya, karena bentuk kemasan yang aneh sehingga produk tidak dapat “diberdirikan”, harus diletakkan pada Syukrianti dan Muchammad Nurif - 188 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 posisi “tidur” sehingga ada tulisan yang tidak dapat terbaca dengna baik, maka fungsi kemasan sebagai media komunikasi sudah gagal. 5. Faktor Ergonomi Pertimbangan agar kemasan mudah dibawa atau dipegang, dibuka dan mudah diambil sangatlah penting. Pertimbangan ini selain mempengaruhi bentuk dari kemasan itu sendiri juga mempengaruhi kenyamanan pemakai produk atau konsumen. Contohnya, bentuk botol minyak goring Tropical yang pada bagian tengahnya diberi cekungan dan tekstur agar mudah dipegang dan tidak licin bila tangan pemakainya terkena minyak. 6. Faktor Estetika Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merk atau logo, ilustrasi, huruf, tata letak atau layout, dan mascot. Tujuannya adalah untuk mencapai mutu daya tarik visual secara optimal. 7. Faktor Identitas Secara keseluruhan kemasan harus berbeda dengan kemasan lain, memiliki identitas produk agar mudah dikenali dan dibedakan dengan produk-produk yang lain. 8. Faktor Promosi Kemasan mempunyai peranan penting dalam bidang promosi, dalam hal ini kemasan berfungsi sebagai silent sales person. Peningkatan kemasan dapat efektif untuk menarik perhatian konsumen-konsumen baru. 9. Faktor Lingkungan Kita hidup di dalam era industry dan masyarakat yang berpikiran kritis. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, masalah lingkungan tidak dapat terlepas dari pantauan kita. Trend dalam masyarakat kita akhir-akhir ini adalah kekhawatiran mengenai polusi, salah satunya pembuangan sampah. Salah satunya yang pernah menjadi topic hangat adalah styrofoom. Pada tahun 1990 organisasi-organisasi lingkungan hidup berhasil menekan perusahaan Mc Donald untuk mendaur ulang kemasan-kemasan mereka. Sekarang ini banyak perusahaan yang menggunakan kemasan-kemasan yang 189 – Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil Produksi .......... jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 ramah lingkungan environmentally friendly, dapat didaur ulang recyclable atau dapat dipakai ulang reuseable. RAGAM KEMASAN Ada beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan kemasan, diantaranya adalah kemasan dari kertas, kemasan dari kayu, dan kemasan dari plastic. a. Kemasan Kertas Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum ditemukannya plastic dan aluminium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastic dan logam karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya yang luas. Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi sebagai media komunikator dan media cetak. Kelemahan kemasan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah sifatnya yang sensitive terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan. b. Kemasan Kayu Kayu merupakan bahan pengemas tertua yang diketahui oleh manusia, dan secara tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk padat seperti barang antik dan emas, keramik, dan kain. Kayu adalah bahan baku dalam pembuatan palet, peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai sumber kayu alam dalam jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk pembuatan kemasan juga banyak menimbulkan masalah karena makin langkahnya hutan penghasil kayu. Desain kemasan kayu tergantung pada sifat dan berat produk, kontruksi kemasan, bahan kemasan dan kekuatan kemasan, dimensi kemasan, metode dan kekuatan. Penggunaan kemasan kayu baik berupa peti, tong kayu atau palet sangat umum di dalam transportasi berbagai komoditas dalam perdagangan internasional. Pengiriman produk kerajinan seperti keramik sering di bungkus dengan peti kayu agar dapat melindungi keramik dari resiko pecah. Syukrianti dan Muchammad Nurif - 190 jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 Kemasan kayu umumnya digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi kemasan lain yang ada di dalamnya. c. Kemasan Plastik Beberapa jenis kemasan plastic yang dikenal adalah polietilen, polipropilen, polyester, nilon dan vinil film. Jenis plastic yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan 60% dari penjualan plastic yang ada di bumi kemasan adalah polistiren, Polopropilen, Polivinil Klorida, dan Akrilik. KESIMPULAN 1. Kemasan berfungsi sebagai melindungi produk dalam perjalanan dari produsen ke konsumen. 2. Kemasan dapat meningkatkan laba perusahaan, tentu dengan membuat kemasan yang menarik dan berkualitas. 3. Kemasan suatu identitas yang lebih efektif, dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing, karena kemasan merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya. 4. Kemasan suatu komunikasi secara langsung secara otomatis dipahami dan suatu pikat secara langsung tanpa promosi tanpa menekan biaya dan waktu. 5. Kemasan suatu yang menimbulkan rasa senang yang menciptakan rasa simpati dan rasa tersendiri. 6. Kemasan merupakan satu solusi untuk menarik perhatian konsumen karena berhadap langsung dengan konsumen, seiring dengan perkembangan jaman dan meningkatnya persaingan. 7. Fungsinya kemasan yang dulunya hanya sebagai wadah atau pelindung, berubah menjadi alat jual yang menciptakan citra kepada produk yang di jual. 191 – Peranan Packaging dalam Meningkatkan Hasil Produksi .......... jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 Nopember 2015 DAFTAR PUSTAKA Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta Raja Grafindo Persada Cenadi, Christine S. 1999. Elemen-Elemen dalam Dasar Komunikasi Visual. Jurnal Nirmala Universitas Kristen Petra Surabaya. Cenadi, Christine Suharto, Peranan Desain Kemasan dalam Dunia Pemasaran. Jurnal Nirmala Januari 2000 92-103 Christy, Priscilla. 2014. Pengaruh Desain Kemasan Packaging pada Impulsive Buying. Yogyakarta Universitas Atma Jaya Gobe, Marc. 2005. Emotional Branding. Jakarta Erlangga Herudiyanto, Marleen S. 2008. Teknologi Pengemasan Pangan. Bandung Widya Padjadjaran. Iwan Wirya. 1999. Kemasan yang Menjual. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama. Julianti. E. dan Nurminah. M. 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra. Kartajaya, Hermawan. 1996. Marketing Plus 2000 Siasat Memenagkan Persaingan Global. Jakarta Gramedia Klimchuk, Marianne Rosner dan Krasovec, Sandra A. 2007. Desain Kemasan Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan. Jakarta Erlangga Kotler, Philip. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta Prenhallindo. M. A., Morissan. 2010. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta Ramdina Prakasa. Muharam, Ashari Satrio. 2010. Analisis Pengaruh Desain Kemasan Produk dan Daya Tarik Iklan Terhadap Brand Awareness dan Dampaknya pada Minat Beli Konsumen. Semarang Universitas Diponegoro. Rosner, Klimchuk Marianne dan Sandra A. Krasovec. 2002. Desain Kemasan. Jakarta Erlangga. Sunyoto, Danang. 2013. Perilaku Konsumen Panduan Riset Sederhana untuk Mengenali Konsumen. Yogyakarta Caps Publishing. Wirya, Iwan. Kemasan yang Menjual. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama. 1999. ... Selain desain grafis, struktur desain yang meliputi bentuk, ukuran dan material memiliki persepsi yang cukup mempengaruhi terhadap keputusan pembelian Willy & Nurjanah, 2019. Kemasan merupakan suatau identitas yang lebih efektif, dengan sendirinya mencegah pertukaran oleh produk pesaing, karena kemasaran merupakan satu-satunya cara perusahaan membedakan produknya Mukhtar & Nurif, 2015. Apriyanti, 2018 salah satu sarana untuk mempromosikan produk adalah kemasan. ...Rahmat RahmatAnastasia AnastasiaDunia bisnis akan selalu dihadapkan dengan perubahan, ini disebabkan oleh banyak faktor seperti tingginya daya saing antar perusahaan dan tingginya kemauan masyarakat akan perubahan produk agar bisa semakin praktis untuk digunakan.. Sebuah perusahaan harus bisa mengikuti perkembangan zaman, salah satu caranya yaitu dengan melakukan pengembangan kemasan. UMKM Kopi 919 adalah sebuah bisnis yang terletak di Perumahan Buludatu Blok B Kemasan yang digunakan UMKM 919 masih sangat kuno dan terkesan ketinggalan zaman sehingga peneliti akan mengembangkan kemasannya yang meliputi 5 aspek penting yaitu bentuk kemasan, bahan kemasan, warna, font dan merek. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses tahapan pengembangan produk pada Kopi 919 dan juga menciptakan kemasan kopi yang sedang trend dengan menggunakan aplikasi canva. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih empat bulan yaitu dari bulan April 2022 hingga Agustus 2022 dan melalui 3 tahap prosedur penelitian yaitu penciptaan ide kemasan, penyaringan ide dan pengembangan kemasan. Penelitian ini menggunakan jenis data berupa data kualitatif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi pengamatan, interview wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa standing pouch berbahan aluminium foil adalah kemasan yang cocok untuk kopi bubuk dan disukai oleh masyarakat. Selain itu, masa penyimpanan, logo/merek, berat bersih dan komposisi adalah informasi yang dibutuhkan masyarakat serta warna yang cocok untuk produk kopi bubuk adalah coklat dan hitam.... It was felt that it began to appear in the 1950s, at this time, especially in Indonesia, many supermarkets were popping up, where packaging had to be able to sell products on store shelves. But at that time the packaging only served to provide information to consumers about what was inside the package [21]. Analysis of packaging design that complied with food safety and quality, there were several differences between the previous cassava chip packaging and the proposed design, namely the addition of a logo to the packaging design, and changes in the shape of the packaging. ...Azwar Harahap Muhammad ZakariaSyukriah SyukriahMeutia FadillaPackaging serves as a food storage system that protects food and goods from natural processes and facilitates ease of transportation. This study aimed to address the problems related to cassava chip packaging, such as inappropriate sizes and packages that are prone to breaking, by applying Quality Function Deployment QFD in designing packaging that meets food safety and quality. Through interviews with customers, the study confirmed the existence of packaging problems and the dissatisfaction expressed by customers regarding the product packaging. QFD was employed to determine consumer needs and desires for a product design that conforms to quality characteristics and technical requirements. The study also used a consumer assessment questionnaire to identify the most important product attributes and design requirements that meet consumer expectations. The study found that rectangular packaging shapes, bright colored primary packaging colors, polypropylene plastic packaging materials, the location of the logo on the packaging in the middle of the package square, four, light color, and an image of sweet potato chips on the logo are factors that influence product packaging design that meets food safety and quality. This study's findings can be useful for practitioners and researchers in designing packaging that meets consumer expectations, as well as for promoting food safety and quality.... Kemasan memiliki peran penting dalam menjaga kualitas produk dan meningkatkan pemasaran produk. Kemasan yang baik adalah kemasan yang mampu melindungi dan menyediakan informasi tentang produk bagii konsumen Fibrianti, 2019;Mukhtar et al., 2015. Sejalan dengan perubahan gaya hidup konsumen yang saat ini kearah self services, pengemasan berperan sebagai media promosi yang dapat mengurangi biaya promosi Elisabeth, 2017. ...Rina HeldiyantiIdiatul Fitri Danasari Siska ItaNi Made Wirastika SariKelompok Wanita Tani Al-Ummahat merupakan salah satu kelompok wanita produktif yang menghasilkan berbagai macam produk olahan pangan, tetapi masih terkendala dalam masalah pengemasan produk. Salah satu produk unggulannya yang perlu mendapat perhatian adalah minyak kelapa. Minyak kelapa produksi KWT ini mempunyai potensi yang besar untuk memasuki pasar modern namun dari segi pengemasan masih belum layak karena dilakukan menggunakan botol plastik dan botol kaca bekas. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk memberikan pelatihan pengemasan minyak kelapa tradisional kepada anggota kelompok KWT Al-Ummahat, sehingga tercipta minyak kelapa yang mempunyai nilai jual dan daya tarik. Metode pengabdian yang digunakan yaitu diawali dengan survei lokasi untuk meninjau kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi KWT. Setelah mendapatkan permasalahan kegiatan pengabdian dilanjutkan dengan memberikan sosialisasi melalui presentasi, demonstrasi , praktik pengemasan dan evaluasi. Luaran kegiatan dari pengabdian ini yaitu berupa minyak kelapa tradisional yang telah dikemas menggunakan botol polyethylene terephthalate PET. Minyak kelapa yang telah dimasukkan kedalam botol kemasan kemudian diberikan label dengan infromasi lengkap seperti merk, komposisi, alamat dan kontak produsen, serta masa simpan produk. Produk yang telah dikemas dan dilabeli selanjutnya siap untuk dipasarkan baik secara offline pada pasar modern maupun secara online dengan target pasar yang lebih luas. Melalui pelatihan pengemasan anggota mampu menjadikan produk lebih menarik dengan kemasan yang tepat dan informasi produk, sehingga siap untuk dipasarkan.... Kemasan sekunder yang digunakan pada Sirup Jeniper adalah kertas karton tipis yang memiliki volume 1396,5 cm 3 . Kemasan ini dinilai kurang kokoh, mudah menyerap air karena sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan, dan kurang mampu menahan produk berat seperti sirup Mukhtar dan Nurif, 2015. ...... Kemasan yang menarik harus dirancang dan dibuat sebaik mungkin. Kemasan yang baik adalah kemasan yang mampu melindungi isi produk dengan maksimal dan mampu menyediakan informasi lengkap tentang produk bagi konsumen [10]. Apalagi kondisi demografi Desa Putrapinggan berada sangat dekat dengan objek wisata Pantai Pangandaran, yang berarti dapat menyediakan something to buy sebagai salah satu potensi desa wisata [11]. ...Agi RosyadiDede Arif RahmaniCindera Syaiful NugrahaEdi Ganda PermanaPelatihan perbaikan kemasan produk olahan pisang dalam bentuk keripik dengan varian manis dan original ini bertujuan untuk memberikan pengalaman dan pengetahuan baru kepada produsen. Selama ini mereka mengemas keripik pisang dengan plastik ditutup menggunakan staples dan diberi label kertas berisi gambar dan merek hasil fotocopy. Perbaikan kemasan membuat produk lebih aman dan memiliki nilai jual yang tinggi. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode presentasi berbagai alternatif kemasan produk dan praktik untuk memberikan pengalaman langsung kepada para pelaku UMKM, setelah itu dilakukan evaluasi untuk mengamati hasil praktik. Di akhir kegiatan, tim pelaksana mengumpulkan tanggapan peserta dan mereka berharap kegiatan tersebut dapat terus meningkatkan kualitas Gede Sudika MangkuNi Putu Rai YuliartiniI Nengah SuarmanayasaMuhamad Jodi SetiantoThe objectives of this community service activity are 1 Making a trademark and being registered with HKI as self-identity in marketing salt products. 2 Train skills in traditional salt packaging. 3 Train skills in product marketing through market place and social media. The target audience in this service is the Tasik Segara 1 Group, Les Village. The implementing team chose the mentoring method as the method in carrying out this community service activity. The stages in the implementation of this assistance are adjusted to the issues raised and the needs of partners. The result of this activity is that partners have knowledge of trademarks and the Intellectual Property Rights registration process, and partners have trademarks related to the Les Village traditional salt processed product, namely "Uyah Les", partners have their own packaging designs and partners have skills in packaging traditional Village salt products Les, and partners are able to implement marketing management through market place and social media, and partners have market place and social media management. Anhar MalikFurqon ZakiyabarsiIlma IlmaOlahan pisang menjadi pilihan pada kegiatan pengabdian masyarakat ini karena sumber daya yang sangat melimpah. Usaha kecil olahan pisang berupa Piscok di Kecamatan Moncongloe, Maros menjadi mitra pada kegiatan ini. Observasi yang dilakukan menghasilkan informasi kebutuhan mitra pada beberapa aspek, seperti aspek manajemen, aspek produksi, dan aspek sumberdaya manusia dan teknologi. Model partisipasi dan pendampingan merupakan metode yang dipilih dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini. Partisipasi mitra pada kegiatan menjadi kunci dalam menyelesaikan permasalahan yang ada proses pendampingan dan pelatihan yang didiskusikan Bersama sehingga sesuai dengan kabutuhan mitra secara langsung. Secara umum tujuan yang ingin dicapai pada kegiatan ini adalah adanya proses pengelolaan usaha yang lebih efektif dan efisien. Pembentukan SOP, membuat branding, pencatatan keuangan, pengadaan alat produksi, pelatihan dan pendampingan dilakukan secara berkelanjutan. Targert luaran pada peningkatan kuantitas dan kualitas produksi, keterampilan, serta proses bisnis yang berjalan lebih efektif dan efisien secara umum telah tercapai melalui proses pengadian masyarakat Nurani SulistyatiTheresia WidiastutiBatik Tiga Negeri is one of the historic batiks on the north coast of the island of Java which was made to be traded from the start. Packaging for Batik Tiga Negeri is needed in addition to protecting the product, as well as for communication media in spreading about one of the nation's wealth that can be proud of. Packaging can have a useful multi-function. There are many packaging options, ranging from plastik to paper and cloth, all of which can display product labels. Through this service activity, it is hoped that the millennial generation, namely Regina Pacis Solo High School students will understand 1 How far can the main motifs of Batik Tiga Negeri developed according to the style of young people? 2 How student’s creativity in making packaging for Batik Tiga Negeri products is not only attractive, useful, but also can be an effective communication medium. In other words, from the work produced, it will further clarify the role of packaging for Batik Tiga Negeri handicraft products other than as a wrapper. The method used is community service in the form of training. Beginning with providing material to young people as the nation's next generation, about the archipelago's wastra, especially batik. Training on making designs on packaging to wrap Tiga Negeri batik products, in order to produce a unique packaging with the main motif idea of Batik Tiga Negeri. The purpose of this activity is to make students aware of the importance of maintaining the ancestral heritage which is the wealth of this nation. Yuli AgustinaAgni AbdillahKurrotul AiniTri Amalia Wahyuning TiasUsaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM merupakan kumpulan produk lokal yang saat ini menjadi perhatian secara nasional, selain mampu meningkatkan perekonomian, juga menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan produk lokal. Semakin banyaknya produk UMKM di berbagai daerah menyebabkan produsen mengalami persaingan ketat dalam pemasaran. Namun, tidak semua produk UMKM dapat diterima di pasar secara global karena masih terbatasnya kualitas, dan juga perijinan yang dimiliki. Selain itu, sampai saat ini, hal penting yang juga masih menjadi perhatian dalam hal kemasan yang dijual dari produk UMKM lokal. Kemasan yang masih dirasa kurang menjual, menarik menjadi satu perhatian yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan produk lokal. Kegiatan pengabdian ini dilakukan dengan cara melakukan survey pada kelompok usaha di Desa Krejengan Kabupaten Probolinggo, mengetahui kendala kurangnya nilai jual dari produk yang dihasilkan, sosialisasi, pelatihan dan pendampingan hingga pemasaran untuk meningkatkan nilai jual dan jumlah produk yang dipasarkan. Hasil dari kegiatan ini, secara umum rata-rata produk yang dihasilkan kelompok usaha masih bersifat lokal dengan kemasan yang kurang menarik, sehingga mengalami kesulitan untuk dapat masuk ke pasaran lokal bahkan luar daerah. Dengan adanya kegiatann ini, selain memberikan wawasan, pengetahuan tentang pentingnya kemasan produk, juga kelompok usaha dapat meluangkan kreatifitas yang diharapkan dari harapan produk yang ingin dihasilkan melalui kemasan yang dibuat. Hal ini mejadi salah satu motivasi yang diharapkan para kelompok usaha agar kedepannya produk yang dihasilkan dapat mudah memasuki pasar lokal bahkan secara TaufikurrahmanAhmad Riki Baihaqi YusufUcik FatimatuzzahroI Gede ArdiyanaMarketing strategy holds a very important control in the success of product acceptance in the community, but many Small and Medium Enterprise SME ignore this. Labels and packaging are one of the keys for Small and Medium Enterprise SME to further increase the selling value of their products. Empowerment activities to improve the quality of Small and Medium Enterprise SME are carried out through assistance in making labels on packaged products. The object of this activity is Small and Medium Enterprise SME actors in Besuk Village, Bantaran District, and Probolinggo Regency. One of the Small and Medium Enterprise SME products in this village is banana chips, cassava chips, elephant ears, and lard. The problem with these Small and Medium Enterprise SME is the low quality of label and packaging designs for their products, as well as the lack of supporting facilities and infrastructure for designing product packaging labels. So that the products of Small and Medium Enterprise SME partners are less attractive than similar competitor products. The Small and Medium Enterprise SME products in Besuk Village it self also do not have a broad market share, so they are constrained in increasing the number of products that will be produced. Implementation methods used include 1 pre-activity; 2 core activities; 3 activity evaluation. Where the problem solving of the Small and Medium Enterprise SME constraints above is in the form of assisting in making labels on packaged products so that they can meet the existing label requirements and also look more attractive. The results of the activity are in the form of training on the manufacture of product packaging labels as well as the manufacture of ready to use designs for these Small and Medium Enterprise SME.Christine Suharto CenadiPackaging becomes a striker because its function directly encounters with customers. Hence%2C packaging must be able to give spontaneous impression to influence customer s positive actions in the market. In the cruel competition situation%2C aesthetics becomes an additional point that also functions as a powerful "emotional trap" to attract customers. This paper will discuss about how packaging design can maximize a product selling power in the market. Abstract in Bahasa Indonesia Kemasan merupakan "pemicu" karena fungsinya langsung berhadapan dengan konsumen. Dengan demikian%2C kemasan harus dapat memberikan impresi spontan yang mempengaruhi tindakan positif konsumen di tempat penjualan. Dengan situasi persaingan yang semakin tajam%2C estetika merupakan suatu nilai tambah yang dapat berfungsi sebagai "perangkap emosional" yang sangat ampuh untuk menjaring konsumen. Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana desain kemasan dapat memaksimalkan daya jual suatu produk dalam pasar. packing%2C packing design%2C market%2C marketingChristine Suharto CenadiIn the recent information and technology globalization era%2C the role of Visual Communication Design has become important and it has become a hot topic which is inescapable from our daily lives. Almost every day%2C everwhere we go%2C we will encounter different forms of Visual Communication Design. Unfortunately%2C most of us have not yet realized the objectives and purposes of the Visual Communication Design. This paper will discuss about what the functions%2C purposes%2C elements and fields of the Visual Communication Design are. Abstract in Bahasa Indonesia Dalam era globalisasi informasi dan teknologi seperti sekarang ini%2C Desain Komunikasi Visual berperan penting dan menjadi topik hangat yang tidak dapat terlepas dari kehidupan kita sehari-hari. Hampir setiap hari%2C kemanapun kita pergi%2C kita akan menjumpai bentuk-bentuk dari Desain Komunikasi Visual. Sayangnya%2C banyak diantara kita yang belum sadar akan tujuan dan manfaat dari Desain Komunikasi Visual itu sendiri. Tulisan ini akan membahas mengenai apa tujuan%2C manfaat%2C elemen dan lapangan kerja dari Desain Komunikasi VisualDaftar Pustaka CangaraHafiedDAFTAR PUSTAKA Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta Raja Grafindo PersadaPengaruh Desain Kemasan Packaging pada Impulsive BuyingPriscilla ChristyChristy, Priscilla. 2014. Pengaruh Desain Kemasan Packaging pada Impulsive Buying. Yogyakarta Universitas Atma JayaTeknologi Pengemasan PanganMarleen S HerudiyantoHerudiyanto, Marleen S. 2008. Teknologi Pengemasan Pangan. Bandung Widya WiryaIwan Wirya. 1999. Kemasan yang Menjual. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas PertanianE JuliantiM Dan NurminahJulianti. E. dan Nurminah. M. 2006. Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Plus 2000 Siasat Memenagkan Persaingan GlobalHermawan KartajayaKartajaya, Hermawan. 1996. Marketing Plus 2000 Siasat Memenagkan Persaingan Global. Jakarta GramediaDesain Kemasan Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai PenjualanMarianne KlimchukSandra A Rosner Dan KrasovecKlimchuk, Marianne Rosner dan Krasovec, Sandra A. 2007. Desain Kemasan Perencanaan Merek Produk yang Berhasil Mulai dari Konsep sampai Penjualan. Jakarta ErlanggaPhilip KotlerKotler, Philip. 1997. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta Prenhallindo. . 218 242 291 284 233 458 230 432

dalam usaha meningkatkan produksi pangan para peneliti telah berhasil